Muhammad Syafii Antonio, MSc. , Setelah Masuk Islam Giat Menyuarakan Ekonomi Islam
Februari 16, 2011  By  5 Comments 
Saya lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 12  mei 1965. Nama asli saya Nio Cwan Chung (sekarang M. Syafii Antonio) .  Saya adalah WNI keturunan Tionghoa. Sejak kecil saya mengenal dan  menganut ajaran Konghucu, karena ayah saya seorang pendeta Konghucu.
Selain mengenal ajaran Konghucu, saya  juga mengenal ajaran Islam melalui pergaulan di lingkungan rumah dan  sekolah. Saya sering memperhatikan cara-cara ibadah orang-orang muslim.  Kerena terlalu sering memperhatikan tanpa sadar saya diam-diam suka  melakukan shalat. Kegiatan ibadah orang lain ini saya lakukan walaupun  saya belum mengikrarkan diri menjadi seorang muslim.
Kehidupan keluarga saya sangat memberikan kebebasan dalam memilih agama. Sehingga saya memilih agama Kristen Protestan menjadi agama saya. Setelah itu saya berganti nama menjadi  Pilot Sagaran Antonio. Kepindahan saya ke agama Kristen Protestan tidak  membuat ayah saya marah. Ayah akan sangat kecewa jika saya sekeluarga  memilih Islam sebagai agama.
Sikap ayah saya ini berangkat dari  image gambaran buruk terhadap pemeluk Islam. Ayah saya sebenarnya  melihat ajaran Islam itu bagus. Apalagi dilihat dari sisi Al Qur’an dan  hadits. Tapi, ayah saya sangat heran pada pemeluknya yang tidak  mencerminkan kesempurnaan ajaran agamanya.
Gambaran buruk tentang kaum muslimin  itu menurut ayah saya terlihat dari banyaknya umat Islam yang berada  dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Bahkan, sampai mencuri  sandal di mushola pun dilakukan oleh umat Islam sendiri. Jadi keindahan  dan kebagusan ajaran Islam dinodai oleh prilaku umatnya yang kurang  baik.
Kendati demikian buruknya citra kaum  muslimin di mata ayah, tak membuat saya kendur untuk mengetahui lebih  jauh tentang agama islam. Untuk mengetahui agama Islam, saya mencoba  mengkaji Islam secara komparatif (perbandingan) dengan agama-agama lain.  Dalam melakukan studi perbandingan ini saya menggunakan tiga  pendekatan, yakni pendekatan sejarah, pendekatan alamiah, dan pendekatan  nalar rasio biasa. Sengaja saya tidak menggunakan pendekatan  kitab-kitab suci agar dapat secara obyektif mengetahui hasilnya.
Berdasarkan tiga pendekatan itu, saya  melihat Islam benar-benar agama yang mudah dipahami ketimbang  agama-agama lain. Dalam Islam saya temukan bahwa semua rasul yang diutus  Tuhan ke muka bumi mengajarkan risalah yang satu, yaitu Tauhid. Selain  itu, saya sangat tertarik pada kitab suci umat Islam, yaitu  Al-Qur’e2’80’99an. Kitab suci ini penuh dengan kemukjizatan, baik  ditinjau dari sisi bahasa, tatanan kata, isi, berita, keteraturan  sastra, data-data ilmiah, dan berbagai aspek lainnya.
Ajaran Islam juga memiliki system  nilai yang sangat lengkap dan komprehensif, meliputi system tatanan  akidah, kepercayaan, dan tidak perlu perantara dalam beribadah.  Dibanding agama lain, ibadah dalam islam diartikan secara universal.  Artinya, semua yang dilakukan baik ritual, rumah tangga, ekonomi,  sosial, maupun budaya, selama tidak menyimpang dan untuk meninggikan  siar Allah, nilainya adalah ibadah. Selain itu,disbanding agama lain,  terbukti tidak ada agama yang memiliki system selengkap agama  Islam.Hasil dari studi banding inilah yang memantapkan hati saya untuk  segera memutuskan bahwa Islam adalah agama yang dapat menjawab persoalan  hidup.
Masuk Islam
Setelah melakukan perenungan untuk  memantapkan hati, maka di saat saya berusia 17 tahun dan masih duduk di  bangku SMA, saya putuskan untuk memeluk agama Islam. Oleh K.H.Abdullah  bin Nuh al-Ghazali saya dibimbing untuk mengucapkan ikrar dua kalimat  syahadat pada tahun 1984. Nama saya kemudian diganti menjadi Syafii  Antonio.
Keputusan yang saya ambil untuk  menjadi pengikut Nabi Muhammad saw. Ternyata mendapat tantangan dari  pihak keluarga. Saya dikucilkan dan diusir dari rumah. Jika saya pulang,  pintu selalu tertutup dan terkunci. Bahkan pada waktu shalat, kain  sarung saya sering diludahi. Perlakuan keluarga terhadap diri saya tak  saya hadapi dengan wajah marah, tapi dengan kesabaran dan perilaku yang  santun. Ini sudah konsekuensi dari keputusan yang saya ambil.
Alhamdulillah,perlakuan dan sikap saya  terhadap mereka membuahkan hasil. Tak lama kemudian mama menyusul jejak  saya menjadi pengikut Nabi Muhammad saw. Setelah mengikrarkan diri,  saya terus mempelajari Islam, mulai dari membaca buku, diskusi, dan  sebagainya. Kemudian saya mempelajari bahasa Arab di Pesantren  an-Nidzom, Sukabumi, dibawah pimpinan K.H.Abdullah Muchtar.
Lulus SMA saya melanjutkan ke ITB dan  IKIP, tapi kemudian pindah ke IAIN Syarif Hidayatullah. Itupun tidak  lama, kemudian saya melanjutkan sekolah ke University of yourdan  (Yordania). Selesai studi S1 saya melanjutkan program S2 di  international Islamic University (IIU) di Malaysia, khusus mempelajari  ekonomi Islam.
Selesai studi, saya bekerja dan  mengajar pada beberapa universitas. Segala aktivitas saya sengaja saya  arahkan pada bidang agama. Untuk membantu saudara-saudara muslim  Tionghoa, Saya aktif pada Yayasan Haji Karim Oei. Di yayasan inilah para  mualaf mendapat informasi dan pembinaan. Mulai dari bimbingan shalat,  membaca Al-Qur’e2’80’99an, diskusi, ceramah, dan kajian Islam, hingga  informasi mengenai agama Islam. (Hamzah, mualaf.com)
Redaksi : Saat ini M Syafii Antonio  aktif diberbagai Lembaga Keuangan Islam/Syariah baik Bank maupun Non  Bank, dan membina berbagai pendidikan syariah
Dr. Muhammad Syafii Antonio, MSc
- Doktor Banking & Micro Finance, University of Melbourne, 2004
- Master of Economic, International Islamic University, Malayasia, 1992
- Sarjana Syariah, University of Jordan, 1990
- Komite Ahli Pengembangan Perbankan Syariah pada Bank Indonesia
- Dewan Komisaris Bank Syariah Mega Indonesia
- Dewan Syariah BSM
- Dewan Syariah Takaful
- Dewan Syariah PNM
- Dewan Syariah Nasional, MUI
Perbankan dan Syariah serta Pesantren.
uhammad Syafii Antonio adalah seorang alumni pesantren yang tercebur ke
dunia perbankan. Masuk pesantren dengan alasan ingin mendalami Islam sebagai agama yang baru dianutnya, Syafii menapak sukses hingga menjadi pakar ekonomi syariah nasional saat ini.
dunia perbankan. Masuk pesantren dengan alasan ingin mendalami Islam sebagai agama yang baru dianutnya, Syafii menapak sukses hingga menjadi pakar ekonomi syariah nasional saat ini.
Ia memulai pendidikan pesantrennya  pada 1985, ketika lulus dari SMU. Ia masuk pesantren tradisional  An-Nizham, Sukabumi. Alasannya ketika itu ingin mendalami ilmu keislaman  secara utuh. “Jika ingin menjadi muslim yang komprehensif, pesantren  adalah tempat yang ideal.”
Tiga tahun di pesantren, ia  melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ia mendaftar ke  ITB, IKIP, dan IAIN. Meski diterima, karena ia ingin lebih besar untuk  mempelajari Islam, Syafii memilih belajar ke luar negeri. Lewat  Muhammadiyah, ia mendapat kesempatan belajar di Yordania untuk studi  Islam bidang syariah.
Di saat yang sama ia juga mengambil  kuliah ekonomi. Lalu ia melanjutkan ke Al-Azhar untuk memperdalam studi  Islam. Perjalanan hidupnya berbelok ketika ia batal melanjutkan ke  Manchester University karena Perang Teluk. Akhirnya, ia mendaftar ke  International Islamic University Malaysia. Ia mengambil studi Banking  and Finance dan selesai pada 1992.
Syafii berkecimpung di perbankan  syariah mulai tahun itu juga saat ia bertemu delegasi Indonesia yang  akan mendirikan bank syariah setelah melihat contoh bank syariah di  Malaysia.
Kembali ke Indonesia, ia bergabung  dengan Bank Muamalat, bank dengan sistem syariah pertama di Indonesia.  Dua tahun setelah itu, ia mendirikan Asuransi Takaful, lalu  berturut-turut reksa dana syariah. Empat tahun membesarkan Bank  Muamalat, ia mundur dan mendirikan Tazkia Group yang memiliki beberapa  unit usaha dengan mengembangkan bisnis dan ekonomi syariah.
Sebagai alumni pesantren, Syafii  mengungkapkan ketidakyakinannya bahwa kurikulum pesantren bisa  menghasilkan seseorang dengan mental teroris. “Apalagi pesantren  tradisional atau salafi,” katanya. Pada pesantren ini, tuntutan untuk  tasawufnya cukup tinggi sehingga mereka menekankan pada akhlak dan  etika. “Bahkan saya melihat beberapa pesantren bisa terjerumus pada  zuhud yang negatif dan sangat berseberangan dengan apa yang saya dorong  sekarang,” katanya.
Begitu pula di beberapa pesantren  modern dan progresif seperti Gontor, Darunnajah, dan lain-lain,  pendekatan metode belajarnya sudah diperbarui. “Santrinya sudah  menggunakan dua bahasa asing dan tidak terlalu terikat pada mazhab  tertentu dari sisi fiqih dan akidah.”
Kemudian ada jenis pesantren lainnya,  yaitu yang mencoba tidak hanya berkutat pada aspek teologi dan teori,  tapi mungkin mereka mencoba untuk merespons tantangan modernisasi dan  westernisasi sebagai realisasi amar ma’ruf nahi munkar. “Kalau yang  terakhir ini yang dikembangkan beberapa pesantren di Indonesia, tanpa  saya berhak menyebut nama, mungkin itu bisa jadi yang paling dekat pada  pergerakan-pergerakan yang lebih progresif,” katanya. Toh, kalau pun ada  tersangka teroris, itu tak bisa disebut mewakili pesantren dan ajaran  Islam.
Sebagai alumni pesantren, Syafii juga  memiliki kritik terhadap pendidikan pesantren saat ini. “Saya lihat  kurikulumnya harus ditinjau ulang,” katanya. Ia mencontohkan kitab-kitab  klasik yang diajarkan di pesantren. “Konteks dan contohnya sudah sangat  klasik dan belum tentu selesai dipelajari dalam dua-tiga tahun,”  katanya. Ia mengimbau agar kurikulum pesantren memadatkan apa saja yang  harus dipelajari santri. “Ada target yang harus dirancang untuk santri,”  katanya.
Selain itu, gaya belajar pesantren  juga masih terpusat pada satu-dua kiai. “Tak ada regenerasi dan tentu  sangat berat bagi para kiai itu untuk mengajar sekian banyak santri,”  katanya. Karenanya, tak heran jika terdapat jarak yang jauh dalam  penguasaan ilmu antara kiai dan asistennya.
Syafii melihat para kiai ilmunya  sangat banyak dan ikhlas, tapi kurang responsnya terhadap  masalah-masalah sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Dalam media apa  pun, tulisan kiai sangat jarang sekali. Ketika muncul pemikiran frontal,  mereka cenderung reaktif, bukan proaktif. “Seharusnya jika ada ide-ide  jernih langsung dituliskan dan disampaikan ke masyarakat,” katanya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar