Tampilkan postingan dengan label kisah muallaf. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kisah muallaf. Tampilkan semua postingan

Kamis, 23 Agustus 2012

Yusuf Estes, Musisi dan Pendeta yang Memeluk Islam

Yusuf Esteskisahmuallaf.com – Tak sedikit yang bertanya-tanya soal keputusan pendeta Yusuf Estes memeluk Islam. Apalagi di tengah pembicaraan negatif tentang Islam dan muslim.
“Banyak orang ingin tahu, bahkan mempertanyakan secara detail mengapa saya memeluk Islam,” ujar Estes.
Estes lahir dari keluarga Kristen yang taat di Midwest, Amerika Serikat. Keluarganya secara turun-temurun membangun gereja dan sekolah di AS.
Ia menempuh pendidikan dasar di Houston, Texas. Semasa kecil, ia selalu menghadiri gereja secara teratur. Ia dibaptis pada usia 12 tahun di Pasadena, Texas.
Keingintahuannya yang besar terkait ajaran Kristen membuatnya ingin mengunjungi gereja-gereja lain. Ia datangi gereja Metodis, Episkopal. Nazareth, Agape, Presbyterian dan lainnya.
Tak hanya itu, Estes juga mempelajari agama lain seperti Hindu, Yahudi, dan Buddha. “Saya tidak menaruh perhatian serius pada Islam. Inilah yang banyak ditanyakan oleh teman-temanku,” kenang dia.
Tak hanya tertarik dengan agama, Estes juga menaruh perhatian pada musik, utamanya musik klasik. Kebetulan, keluarganya gemar menikmati musik. Ia bahkan menjadi pengajar Keyboard pada tahun 1960 dan tiga tahun kemudian memiliki studio sendiri di Laurel, Maryland.
Seiring berlalunya waktu, bisnis yang digeluti Estes terus berkembang. Bersama ayahnya, ia membuat program hiburan dan atraksi. Ia juga membuka toko piano dan organ sepanjang jalan dari Texas, Oklahoma dan Florida.
Dari bisnis itu, Estes memperoleh pendapatan hingga jutaan dolar AS. Tapi ada satu hal yang mengganjal. Pikirannya tidak merasa tenang. “Mengapa Tuhan menciptakan aku? Apa yang Tuhan inginkan?. Tapi di agamaku terdahulu, siapa pun harus percaya tanpa perlu bertanya,” tuturnya.
Satu hal yang membuat Estes merasa aneh adalah tidak terdapat kata “trinitas” dalam Injil. Masalah itu, kata dia, telah menjadi perhatian selama dua abad. Ia pernah mempertanyakan masalah ini kepada para pendeta.
Nyatanya, tidak ada jawaban yang logis. Sebaliknya, terlalu banyak analogi dan pendapat yang aneh. Untuk sementara pikiran itu teralihkan oleh kesibukannya dalam mengurusi bisnis.
Bisnis Estes terus berkembang, kali ini ia memproduksi lagu-lagu pujian dan mendistribusikannya secara gratis kepada pensiunan, rumah sakit dan panti jompo. “Memberikan siraman rohani kepada orang lain membuatku lupa dengan keraguan yang kualami,” ungkapnya.
Yusuf EstesDiawal 1991, bisnis Estes mulai merambah keluar negeri. Negara pertama yang ia kunjungi adalah Mesir.
Di negeri Piramida, Estes bertemu dengan seorang pria Muslim. Satu hal yang ada di pikiran Estes tentang Muslim, “teroris”. Estes tidak percaya ia harus berhubungan dengan sosok yang begitu ia benci.
“Mereka tidak percaya kepada Tuhan. Mereka adalah penyembah kotak hitam di padang pasir. Mereka cium tanah lima kali sehari. Sial, saya tidak ingin bertemu dengan mereka,” kata Estes menirukan ucapannya dahulu saat tiba pertama kali di Mesir.
Sikap Estes akhirnya luluh, ketika ayahnya menjelaskan sosok yang bakal ditemui. Ayahnya mengatakan calon klien yang akan ditemui memiliki kepribadian yang baik. Tapi alasan yang paling diterima Estes adalah rencana ayahnya untuk mengkristenkan setiap Muslim. “Itulah alasan kuat yang akhirnya membuat saya mau bertemu dengan pria Muslim itu,” ucapnya.
Akhirnya, Estes dan ayahnya bertemu dengan pria Muslim itu setelah kebaktian. Dengan sikap jumawa, Estes memegang erat Injil di tangannya. Ia bawa salib dengan tampilan mengilap. Detik-detik bertemu dengan kliennya itu, Estes terkejut.
“Orang ini sangat hangat. Mereka ramah sekali,” kenang Estes ketika bertemu pertama kali dengan pria tersebut. Penampilan pria ini seperti kebanyakan masyarakat Arab. Mereka kenakan jubah panjang, bersorban, dan berjanggut. Bedanya, pria ini tidak memiliki rambut.
Berikut dialog Estes dan Pria itu:
Estes: Apakah anda percaya pada Tuhan?
Pria Muslim: Ya
Estes: Apakah anda percaya Adam dan Hawa?

Pria Muslim: Ya
Estes: Bagaimana dengan Ibrahim, anda percaya kepadanya dan bagaimana ia mencoba mengorbankan putranya untuk Allah?
Pria Muslim: Ya
Estes: Bagaimana dengan Musa? Sepuluh perintah Tuhan? Membelah Laut Merah?
Pria Muslim: Ya
Estes: Bagaimana dengan nabi lain; Daud, Sulaiman dan Yunus?

Pria Muslim: Ya
Estes: Apakah anda percaya dalam Alkitab?

Pria Muslim: Ya
Estes: Apakah anda percaya pada Yesus? Bahwa ia adalah Mesiah (utusan) Allah?
Pria Muslim: Ya.
“Aku merasa lebih mudah. Ia (Muslim) siap dibaptis, hanya saja ia tidak tahu apa yang akan saya lakukan,” kata Estes.
Perbincangan itu sempat membuat Estes terkejut. Ternyata seorang Muslim percaya pada Injil. Tapi dirinya baru tahu kalau keimanan Muslim terhadap Yesus hanya sebatas utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, lahir tanpa ayah, tengah berada di langit bersama pencipta-Nya dan akan turun ketika akhir zaman tiba.
Yusuf EstesEstes tak berhenti bertanya kepada pria Muslim itu. Ia bertanya banyak hal. Dalam pikiran Estes, ada kepercayaan diri tinggi bahwa pria Muslim itu bakal menjadi penganut Kristen yang taat.
Lalu bisnisnya bakal berkembang lebih dari yang dibayangkan. “Saya minta kepada ayah untuk segera mempercepat bisnis dengan pria Muslim ini,” kata dia.
Sebelum tercapai kata sepakat, Estes mulai menjalani tugasnya sebagai misionaris. Ia temui orang miskin, lalu berbicara dengan tentang konsep ketuhanan dalam Kristen. Ia juga mengunjungi sesama pendeta dan penginjil di seluruh negara bagian Texas.
Suatu hari, ada salah seorang temannya yang mengalami serangan jantung, dan harus pergi ke Rumah Sakit Veteran. Estes mengunjunginya beberapa kali dalam sepekan. Ketika bertemu dengan kerabatnya itu, ia bertemu dengan salah seorang pasien lain yang tengah duduk dengan kursi roda.
Estes melihat pria itu begitu kesepian dan depresi. “Saya temani dia sembari mengisahkan cerita Yunus. Intinya, saya coba memberitahunya bahwa kita tidak bisa lari dari masalah karena kita sebenarnya tahu apa yang harus dikerjakan. Yang lebih penting lagi, Tuhan tahu apa yang dilakukan umatnya,” ujarnya.
Setelah berbagi cerita, pria itu lalu mendongak ke langit, lalu meminta maaf. Pria itu mengatakan kepada Estes soal penyesalan dirinya atas perbuatannya selama ini. Pria itu kemudian mengadu kepada Estes. “Ia berkata padaku, ia seorang imam Katolik. Saya sangat terkejut, apa yang terjadi di dunia ini?” kata Estes heran.
Mendengar kisah pastor itu, Estes mengajaknya tinggal bersama. Dalam perjalanan pulang, Estes dan pastor itu berbicara panjang lebar tentang kepercayaan dalam Islam.
Yang mengejutkan, pastor itu mengakui kebenaran Islam. “Ia tengah mempelajari Islam. Saya sempat terkejut. Inilah masa di mana saya akhirnya mulai menerima Islam,” kenang Estes.
Setibanya di rumah, Estes kembali melanjutkan diskusi bersama pastor itu. Ia bawa Injil James dan Injil lainnya. Ia habiskan waktu sepanjang hari untuk berbicara tentang kebenaran dalam Injil.
Pada satu titik, Estes bertanya pada pastor itu tentang Al-Quran berikut versi barunya. “Dia mengatakan pada saya, hanya ada satu Al-Quran. Tidak ada yang berubah dengan Alquran!” tutur Estes.
Melihat Estes penasaran, pastor itu menjelaskan bahwa ratusan bahkan jutaan Muslim yang tersebar di muka bumi, telah menghafal Al-Quran. Yang membuat Estes bingung, bagaimana bisa Al-Quran bisa bertahan sekian abad, sementara kitab sucinya sendiri telah berubah selama ratusan tahun. Bahkan tidak diketahui naskah aslinya. “Jadi, bagaimana bisa Al-Quran tidak berubah?” tanya Estes heran.
Pada suatu hari, sang pastor meminta Estes untuk mengantarkannya ke masjid. Di sana, Estes baru mengetahui bahwa mereka (Muslim) hanya datang untuk shalat dan pergi kemudian. Ia merasa aneh melihat mereka, yang tak bernyanyi atau menyenandungkan pujian.
Beberapa hari kemudian, pastor itu meminta Estes untuk kembali mengantarkannya ke masjid. Namun, Estes meminta pesuruhnya untuk mengantikan dirinya. Cukup lama pastor itu mengunjungi masjid, hingga memunculkan kekhawatiran Estes.
Tiba-tiba, Estes dikejutkan dengan sosok menggunakan jubah putih dan peci. “Hei, siapa anda? Apakah anda, apakah anda telah menjadi Muslim?” Estes kaget bukan kepalang.
Belum selesai dengan rasa terkejutnya dengan keputusan pastor itu memeluk Islam, giliran istrinya yang menyatakan niatnya untuk memeluk Islam. “Saya sangat terkejut. Saya tidak bisa tidur,” kata Estes.
Jelang Subuh, Estes tak lagi mampu menutupi keinginannya untuk memeluk Islam. Ia keluar rumah, lalu menemukan sepotong kayu, ia berdirikan kayu tepat di arah kiblat umat Islam. Dalam hati Estes bertanya, “Ya Tuhan, jika Kau ada di sana, bimbing aku, bimbing aku.”
Beberapa saat kemudian, Estes melihat sesuatu. Ia tidak melihat malaikat atau mendengar sesayup suara. Ia melihat dirinya sudah berubah. Ia melihat dirinya sudah seharusnya menghentikan perbuatan bodoh dan melakukan sesuatu yang licik.
Selanjutnya, Estes membersihkan dirinya. Sekitar pukul 11.00 pagi, ia berdiri di depan dua saksi, salah satunya si mantan pastor—yang dikenal sebagai Bapa Peter Jacob—dan lainnya Abdel Rahman. Estes lalu mengucapkan dua kalimat syahadat.
Aku bersaksi, tidak ada tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,” ucap Estes mantap. Selanjutnya, giliran sang istri mengucapkan dua kalimat syahadat. Beberapa bulan kemudian, giliran ayah Estes mengucapkan dua kalimat syahadat.
Tak lama setelah ayahnya, giliran ibunya mengakui bahwa Yesus bukanlah anak Tuhan. Ia adalah nabi. “Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima keimanannya,” kata Estes.
Estes begitu cepat beradaptasi dengan status barunya. Seluruh kegiatan bisnis yang ia lakukan dimodifikasi dengan menjadi medium untuk menyebarkan syiar Islam. Ia juga membangun sekolah-sekolah guna mendidik para Muslim mendalami Al-Quran. “Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membimbing kita menuju kebenaran. Aamiin,” pungkasnya.

Yusuf Estes, Musisi dan Pendeta yang Memeluk Islam

Yusuf Esteskisahmuallaf.com – Tak sedikit yang bertanya-tanya soal keputusan pendeta Yusuf Estes memeluk Islam. Apalagi di tengah pembicaraan negatif tentang Islam dan muslim.
“Banyak orang ingin tahu, bahkan mempertanyakan secara detail mengapa saya memeluk Islam,” ujar Estes.
Estes lahir dari keluarga Kristen yang taat di Midwest, Amerika Serikat. Keluarganya secara turun-temurun membangun gereja dan sekolah di AS.
Ia menempuh pendidikan dasar di Houston, Texas. Semasa kecil, ia selalu menghadiri gereja secara teratur. Ia dibaptis pada usia 12 tahun di Pasadena, Texas.
Keingintahuannya yang besar terkait ajaran Kristen membuatnya ingin mengunjungi gereja-gereja lain. Ia datangi gereja Metodis, Episkopal. Nazareth, Agape, Presbyterian dan lainnya.
Tak hanya itu, Estes juga mempelajari agama lain seperti Hindu, Yahudi, dan Buddha. “Saya tidak menaruh perhatian serius pada Islam. Inilah yang banyak ditanyakan oleh teman-temanku,” kenang dia.
Tak hanya tertarik dengan agama, Estes juga menaruh perhatian pada musik, utamanya musik klasik. Kebetulan, keluarganya gemar menikmati musik. Ia bahkan menjadi pengajar Keyboard pada tahun 1960 dan tiga tahun kemudian memiliki studio sendiri di Laurel, Maryland.
Seiring berlalunya waktu, bisnis yang digeluti Estes terus berkembang. Bersama ayahnya, ia membuat program hiburan dan atraksi. Ia juga membuka toko piano dan organ sepanjang jalan dari Texas, Oklahoma dan Florida.
Dari bisnis itu, Estes memperoleh pendapatan hingga jutaan dolar AS. Tapi ada satu hal yang mengganjal. Pikirannya tidak merasa tenang. “Mengapa Tuhan menciptakan aku? Apa yang Tuhan inginkan?. Tapi di agamaku terdahulu, siapa pun harus percaya tanpa perlu bertanya,” tuturnya.
Satu hal yang membuat Estes merasa aneh adalah tidak terdapat kata “trinitas” dalam Injil. Masalah itu, kata dia, telah menjadi perhatian selama dua abad. Ia pernah mempertanyakan masalah ini kepada para pendeta.
Nyatanya, tidak ada jawaban yang logis. Sebaliknya, terlalu banyak analogi dan pendapat yang aneh. Untuk sementara pikiran itu teralihkan oleh kesibukannya dalam mengurusi bisnis.
Bisnis Estes terus berkembang, kali ini ia memproduksi lagu-lagu pujian dan mendistribusikannya secara gratis kepada pensiunan, rumah sakit dan panti jompo. “Memberikan siraman rohani kepada orang lain membuatku lupa dengan keraguan yang kualami,” ungkapnya.
Yusuf EstesDiawal 1991, bisnis Estes mulai merambah keluar negeri. Negara pertama yang ia kunjungi adalah Mesir.
Di negeri Piramida, Estes bertemu dengan seorang pria Muslim. Satu hal yang ada di pikiran Estes tentang Muslim, “teroris”. Estes tidak percaya ia harus berhubungan dengan sosok yang begitu ia benci.
“Mereka tidak percaya kepada Tuhan. Mereka adalah penyembah kotak hitam di padang pasir. Mereka cium tanah lima kali sehari. Sial, saya tidak ingin bertemu dengan mereka,” kata Estes menirukan ucapannya dahulu saat tiba pertama kali di Mesir.
Sikap Estes akhirnya luluh, ketika ayahnya menjelaskan sosok yang bakal ditemui. Ayahnya mengatakan calon klien yang akan ditemui memiliki kepribadian yang baik. Tapi alasan yang paling diterima Estes adalah rencana ayahnya untuk mengkristenkan setiap Muslim. “Itulah alasan kuat yang akhirnya membuat saya mau bertemu dengan pria Muslim itu,” ucapnya.
Akhirnya, Estes dan ayahnya bertemu dengan pria Muslim itu setelah kebaktian. Dengan sikap jumawa, Estes memegang erat Injil di tangannya. Ia bawa salib dengan tampilan mengilap. Detik-detik bertemu dengan kliennya itu, Estes terkejut.
“Orang ini sangat hangat. Mereka ramah sekali,” kenang Estes ketika bertemu pertama kali dengan pria tersebut. Penampilan pria ini seperti kebanyakan masyarakat Arab. Mereka kenakan jubah panjang, bersorban, dan berjanggut. Bedanya, pria ini tidak memiliki rambut.
Berikut dialog Estes dan Pria itu:
Estes: Apakah anda percaya pada Tuhan?
Pria Muslim: Ya
Estes: Apakah anda percaya Adam dan Hawa?

Pria Muslim: Ya
Estes: Bagaimana dengan Ibrahim, anda percaya kepadanya dan bagaimana ia mencoba mengorbankan putranya untuk Allah?
Pria Muslim: Ya
Estes: Bagaimana dengan Musa? Sepuluh perintah Tuhan? Membelah Laut Merah?
Pria Muslim: Ya
Estes: Bagaimana dengan nabi lain; Daud, Sulaiman dan Yunus?

Pria Muslim: Ya
Estes: Apakah anda percaya dalam Alkitab?

Pria Muslim: Ya
Estes: Apakah anda percaya pada Yesus? Bahwa ia adalah Mesiah (utusan) Allah?
Pria Muslim: Ya.
“Aku merasa lebih mudah. Ia (Muslim) siap dibaptis, hanya saja ia tidak tahu apa yang akan saya lakukan,” kata Estes.
Perbincangan itu sempat membuat Estes terkejut. Ternyata seorang Muslim percaya pada Injil. Tapi dirinya baru tahu kalau keimanan Muslim terhadap Yesus hanya sebatas utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, lahir tanpa ayah, tengah berada di langit bersama pencipta-Nya dan akan turun ketika akhir zaman tiba.
Yusuf EstesEstes tak berhenti bertanya kepada pria Muslim itu. Ia bertanya banyak hal. Dalam pikiran Estes, ada kepercayaan diri tinggi bahwa pria Muslim itu bakal menjadi penganut Kristen yang taat.
Lalu bisnisnya bakal berkembang lebih dari yang dibayangkan. “Saya minta kepada ayah untuk segera mempercepat bisnis dengan pria Muslim ini,” kata dia.
Sebelum tercapai kata sepakat, Estes mulai menjalani tugasnya sebagai misionaris. Ia temui orang miskin, lalu berbicara dengan tentang konsep ketuhanan dalam Kristen. Ia juga mengunjungi sesama pendeta dan penginjil di seluruh negara bagian Texas.
Suatu hari, ada salah seorang temannya yang mengalami serangan jantung, dan harus pergi ke Rumah Sakit Veteran. Estes mengunjunginya beberapa kali dalam sepekan. Ketika bertemu dengan kerabatnya itu, ia bertemu dengan salah seorang pasien lain yang tengah duduk dengan kursi roda.
Estes melihat pria itu begitu kesepian dan depresi. “Saya temani dia sembari mengisahkan cerita Yunus. Intinya, saya coba memberitahunya bahwa kita tidak bisa lari dari masalah karena kita sebenarnya tahu apa yang harus dikerjakan. Yang lebih penting lagi, Tuhan tahu apa yang dilakukan umatnya,” ujarnya.
Setelah berbagi cerita, pria itu lalu mendongak ke langit, lalu meminta maaf. Pria itu mengatakan kepada Estes soal penyesalan dirinya atas perbuatannya selama ini. Pria itu kemudian mengadu kepada Estes. “Ia berkata padaku, ia seorang imam Katolik. Saya sangat terkejut, apa yang terjadi di dunia ini?” kata Estes heran.
Mendengar kisah pastor itu, Estes mengajaknya tinggal bersama. Dalam perjalanan pulang, Estes dan pastor itu berbicara panjang lebar tentang kepercayaan dalam Islam.
Yang mengejutkan, pastor itu mengakui kebenaran Islam. “Ia tengah mempelajari Islam. Saya sempat terkejut. Inilah masa di mana saya akhirnya mulai menerima Islam,” kenang Estes.
Setibanya di rumah, Estes kembali melanjutkan diskusi bersama pastor itu. Ia bawa Injil James dan Injil lainnya. Ia habiskan waktu sepanjang hari untuk berbicara tentang kebenaran dalam Injil.
Pada satu titik, Estes bertanya pada pastor itu tentang Al-Quran berikut versi barunya. “Dia mengatakan pada saya, hanya ada satu Al-Quran. Tidak ada yang berubah dengan Alquran!” tutur Estes.
Melihat Estes penasaran, pastor itu menjelaskan bahwa ratusan bahkan jutaan Muslim yang tersebar di muka bumi, telah menghafal Al-Quran. Yang membuat Estes bingung, bagaimana bisa Al-Quran bisa bertahan sekian abad, sementara kitab sucinya sendiri telah berubah selama ratusan tahun. Bahkan tidak diketahui naskah aslinya. “Jadi, bagaimana bisa Al-Quran tidak berubah?” tanya Estes heran.
Pada suatu hari, sang pastor meminta Estes untuk mengantarkannya ke masjid. Di sana, Estes baru mengetahui bahwa mereka (Muslim) hanya datang untuk shalat dan pergi kemudian. Ia merasa aneh melihat mereka, yang tak bernyanyi atau menyenandungkan pujian.
Beberapa hari kemudian, pastor itu meminta Estes untuk kembali mengantarkannya ke masjid. Namun, Estes meminta pesuruhnya untuk mengantikan dirinya. Cukup lama pastor itu mengunjungi masjid, hingga memunculkan kekhawatiran Estes.
Tiba-tiba, Estes dikejutkan dengan sosok menggunakan jubah putih dan peci. “Hei, siapa anda? Apakah anda, apakah anda telah menjadi Muslim?” Estes kaget bukan kepalang.
Belum selesai dengan rasa terkejutnya dengan keputusan pastor itu memeluk Islam, giliran istrinya yang menyatakan niatnya untuk memeluk Islam. “Saya sangat terkejut. Saya tidak bisa tidur,” kata Estes.
Jelang Subuh, Estes tak lagi mampu menutupi keinginannya untuk memeluk Islam. Ia keluar rumah, lalu menemukan sepotong kayu, ia berdirikan kayu tepat di arah kiblat umat Islam. Dalam hati Estes bertanya, “Ya Tuhan, jika Kau ada di sana, bimbing aku, bimbing aku.”
Beberapa saat kemudian, Estes melihat sesuatu. Ia tidak melihat malaikat atau mendengar sesayup suara. Ia melihat dirinya sudah berubah. Ia melihat dirinya sudah seharusnya menghentikan perbuatan bodoh dan melakukan sesuatu yang licik.
Selanjutnya, Estes membersihkan dirinya. Sekitar pukul 11.00 pagi, ia berdiri di depan dua saksi, salah satunya si mantan pastor—yang dikenal sebagai Bapa Peter Jacob—dan lainnya Abdel Rahman. Estes lalu mengucapkan dua kalimat syahadat.
Aku bersaksi, tidak ada tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,” ucap Estes mantap. Selanjutnya, giliran sang istri mengucapkan dua kalimat syahadat. Beberapa bulan kemudian, giliran ayah Estes mengucapkan dua kalimat syahadat.
Tak lama setelah ayahnya, giliran ibunya mengakui bahwa Yesus bukanlah anak Tuhan. Ia adalah nabi. “Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima keimanannya,” kata Estes.
Estes begitu cepat beradaptasi dengan status barunya. Seluruh kegiatan bisnis yang ia lakukan dimodifikasi dengan menjadi medium untuk menyebarkan syiar Islam. Ia juga membangun sekolah-sekolah guna mendidik para Muslim mendalami Al-Quran. “Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membimbing kita menuju kebenaran. Aamiin,” pungkasnya.

Nourdeen Wildeman, Rajin Puasa dan Zakat Bahkan Sebelum Muslim

Nourdeen Wildemankisahmuallaf.com – Nourdeen Wildeman masih mempelajari tanpa bimbingan seorang Muslim pun. Hingga suatu ketika, saat tiba bulan Ramadhan, ia memutuskan untuk mencoba berpuasa.
Ia mendatangi teman-temannya yang beragama Islam dan memberitahu mereka keinginannya. “Aku membeli Alquran dan mengunduh jadwal Ramadhan (kalender waktu shalat dan imsak) dari internet,” tuturnya.
Nourdeen mempelajari banyak hal sepanjang Ramadhan tahun itu. Dan memasuki hari-hari terakhir bulan tersebut, ia mendatangi sebuah masjid untuk membayar zakat. “Memberikan uang untuk tujuan yang baik adalah hal benar untuk dilakukan. Jadi, menjadi non-Muslim bukanlah alasan untuk tidak memberi,” prinsip Nourdeen.
Sampai di masjid, ia bertemu dengan seorang bendahara masjid yang menyambutnya dengan sebuah pertanyaan, “Apakah kamu seorang Muslim?” Nourdeen menggeleng, lalu melanjutkan, “Tapi aku berpuasa sebulan penuh kemarin.”
Sang bendahara masjid itu berpesan kepadanya untuk tidak terburu-buru dan mengambil sebanyak mungkin waktu yang ia butuhkan untuk mempelajari Islam. Nourdeen terus membaca untuk mempelajari Islam, hingga Ramadhan selanjutnya tiba. Dan seperti biasa, di pengujung Ramadhan, ia kembali mendatangi masjid untuk membayar zakat. Pria yang pernah ditemuinya kembali menyambutnya dan menanyakannya pertanyaan yang sama, “Apakah kamu kini seorang Muslim?”
Nourdeen, seperti tahun sebelumnya, menggeleng. “Bukankah Anda menyuruhku untuk tidak terburu-buru,” ujarnya pada pria Muslim itu. Sambil menggeleng perlahan, pria itu berkata, “Ya, tapi jangan terlalu menganggapnya enteng.”
Nourdeen mencoba menjadikan tahun itu tahun terakhirnya sebagai non-Muslim. Ia berhenti merokok dan meminum alkohol. “Aku mendorong diriku dan orang-orang sekitarku untuk berbuat baik, serta mencegah diriku dan diri mereka untuk menjauhi perbuatan yang salah,” ujarnya.
Suatu ketika, saat pergi ke Turki untuk berlibur, Nourdeen berkesempatan masuk dan melihat-lihat beberapa masjid besar. Saat itulah ia tersadar, bahwa dalam setiap langkah dan waktu yang telah dilaluinya, perasaan akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya tumbuh semakin besar. “Aku mulai bisa melihat bahwa apa yang ada di hadapanku adalah tanda-tanda Sang Khalik,” katanya.
Nourdeen mulai mencoba shalat sesekali. Ia tetap membaca banyak hal tentang Islam dan mulai menambah referensi keislamannya dari internet.
Dari sebuah jejaring sosial, Nourdeen mengenal seorang Muslimah yang juga berasal dari Belanda. Begitu ia tahu Nourdeen belum memeluk Islam, perempuan tersebut menyarankannya untuk berkunjung dan bertemu suaminya, seorang Muslim kelahiran Mesir.
Nourdeen memenuhi saran itu. Ia dan pria tersebut membicarakan banyak hal pada kunjungan pertama. Saat kembali berkunjung di sebuah kesempatan lain, pria itu mengajari Nourdeen cara shalat yang benar. “Aku berupaya sebaik mungkin dan ia memerhatikan gerakanku.”
Nourdeen bersyahadat dua pekan kemudian, 9 Desember 2007, di sebuah masjid yang tak jauh dari tempat tinggal pasangan Muslim yang dikenalnya lewat jejaring sosial itu. “Imam (yang mengislamkanku) membaca kalimat syahadat perlahan-lahan, dan kuikuti perlahan-lahan. Saat ia membaca doa untukku, aku seperti seorang yang berhasil meneraturkan nafasnya setelah terengah-engah,” kenangnya.
“Jalanku menuju Islam adalah melalui buku-buku, dan aku datang (pada Islam) melalui teori,” kata Nourdeen, menegaskan bahwa dirinya telah mengambil pilihan rasional, bukan emosional. Islam baginya adalah jawaban atas setiap pertanyaan.
Satu kesempatan setelah itu, Nourdeen mendatangi masjid yang pernah didatanginya untuk membayar zakat. Pria yang sama kembali menyapanya, dan tetap bertanya apakah ia telah menjadi Muslim. Nourdeen mengangguk kali ini. “Ya, Tuan. Dan namaku sekarang adalah Nourdeen.”
Setelah resmi berislam pada 9 Desember 2007, Nourdeen mendalami Alquran di Dar Al-Ilmi di Belanda. Ia segera dikenal sebagai aktivis Islam dan penggiat dakwah. Tahun lalu, ia meluncurkan program dakwah berkelanjutan berbasis pelayanan masjid di negaranya.

Nourdeen Wildeman, Rajin Puasa dan Zakat Bahkan Sebelum Muslim

Nourdeen Wildemankisahmuallaf.com – Nourdeen Wildeman masih mempelajari tanpa bimbingan seorang Muslim pun. Hingga suatu ketika, saat tiba bulan Ramadhan, ia memutuskan untuk mencoba berpuasa.
Ia mendatangi teman-temannya yang beragama Islam dan memberitahu mereka keinginannya. “Aku membeli Alquran dan mengunduh jadwal Ramadhan (kalender waktu shalat dan imsak) dari internet,” tuturnya.
Nourdeen mempelajari banyak hal sepanjang Ramadhan tahun itu. Dan memasuki hari-hari terakhir bulan tersebut, ia mendatangi sebuah masjid untuk membayar zakat. “Memberikan uang untuk tujuan yang baik adalah hal benar untuk dilakukan. Jadi, menjadi non-Muslim bukanlah alasan untuk tidak memberi,” prinsip Nourdeen.
Sampai di masjid, ia bertemu dengan seorang bendahara masjid yang menyambutnya dengan sebuah pertanyaan, “Apakah kamu seorang Muslim?” Nourdeen menggeleng, lalu melanjutkan, “Tapi aku berpuasa sebulan penuh kemarin.”
Sang bendahara masjid itu berpesan kepadanya untuk tidak terburu-buru dan mengambil sebanyak mungkin waktu yang ia butuhkan untuk mempelajari Islam. Nourdeen terus membaca untuk mempelajari Islam, hingga Ramadhan selanjutnya tiba. Dan seperti biasa, di pengujung Ramadhan, ia kembali mendatangi masjid untuk membayar zakat. Pria yang pernah ditemuinya kembali menyambutnya dan menanyakannya pertanyaan yang sama, “Apakah kamu kini seorang Muslim?”
Nourdeen, seperti tahun sebelumnya, menggeleng. “Bukankah Anda menyuruhku untuk tidak terburu-buru,” ujarnya pada pria Muslim itu. Sambil menggeleng perlahan, pria itu berkata, “Ya, tapi jangan terlalu menganggapnya enteng.”
Nourdeen mencoba menjadikan tahun itu tahun terakhirnya sebagai non-Muslim. Ia berhenti merokok dan meminum alkohol. “Aku mendorong diriku dan orang-orang sekitarku untuk berbuat baik, serta mencegah diriku dan diri mereka untuk menjauhi perbuatan yang salah,” ujarnya.
Suatu ketika, saat pergi ke Turki untuk berlibur, Nourdeen berkesempatan masuk dan melihat-lihat beberapa masjid besar. Saat itulah ia tersadar, bahwa dalam setiap langkah dan waktu yang telah dilaluinya, perasaan akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya tumbuh semakin besar. “Aku mulai bisa melihat bahwa apa yang ada di hadapanku adalah tanda-tanda Sang Khalik,” katanya.
Nourdeen mulai mencoba shalat sesekali. Ia tetap membaca banyak hal tentang Islam dan mulai menambah referensi keislamannya dari internet.
Dari sebuah jejaring sosial, Nourdeen mengenal seorang Muslimah yang juga berasal dari Belanda. Begitu ia tahu Nourdeen belum memeluk Islam, perempuan tersebut menyarankannya untuk berkunjung dan bertemu suaminya, seorang Muslim kelahiran Mesir.
Nourdeen memenuhi saran itu. Ia dan pria tersebut membicarakan banyak hal pada kunjungan pertama. Saat kembali berkunjung di sebuah kesempatan lain, pria itu mengajari Nourdeen cara shalat yang benar. “Aku berupaya sebaik mungkin dan ia memerhatikan gerakanku.”
Nourdeen bersyahadat dua pekan kemudian, 9 Desember 2007, di sebuah masjid yang tak jauh dari tempat tinggal pasangan Muslim yang dikenalnya lewat jejaring sosial itu. “Imam (yang mengislamkanku) membaca kalimat syahadat perlahan-lahan, dan kuikuti perlahan-lahan. Saat ia membaca doa untukku, aku seperti seorang yang berhasil meneraturkan nafasnya setelah terengah-engah,” kenangnya.
“Jalanku menuju Islam adalah melalui buku-buku, dan aku datang (pada Islam) melalui teori,” kata Nourdeen, menegaskan bahwa dirinya telah mengambil pilihan rasional, bukan emosional. Islam baginya adalah jawaban atas setiap pertanyaan.
Satu kesempatan setelah itu, Nourdeen mendatangi masjid yang pernah didatanginya untuk membayar zakat. Pria yang sama kembali menyapanya, dan tetap bertanya apakah ia telah menjadi Muslim. Nourdeen mengangguk kali ini. “Ya, Tuan. Dan namaku sekarang adalah Nourdeen.”
Setelah resmi berislam pada 9 Desember 2007, Nourdeen mendalami Alquran di Dar Al-Ilmi di Belanda. Ia segera dikenal sebagai aktivis Islam dan penggiat dakwah. Tahun lalu, ia meluncurkan program dakwah berkelanjutan berbasis pelayanan masjid di negaranya.

Melalui Seni Rupa, Ingrid Mattson Mengenal Islam

Ingrid Mattsonkisahmuallaf.com – Nama Ingrid Mattson sempat menjadi topik pembicaraan hangat di berbagai media Barat ketika namanya masuk dalam daftar salah satu tokoh yang diundang pada inaugurasi Barack Obama setelah kandidat Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat itu menang dalam pemilu.
Mattson yang menjabat Presiden Komunitas Islam Amerika Utara (ISNA) merupakan salah satu pemimpin agama yang akan berbicara pada acara doa yang digelar di Cathedral Nasional di Washington DC, sehari setelah pelantikan Obama sebagai presiden AS ke-44.
Undangan yang ditujukan kepada Mattson ini menuai kontroversi publik Amerika. Sebab, yang bersangkutan dicurigai jaksa federal terkait dengan jaringan teroris.
Seperti diketahui, pada Juli 2007, jaksa federal di Dallas, mengajukan tuntutan kepada ISNA karena diduga memiliki jaringan dengan Hamas organisasi Islam di Palestina yang dikelompokkan Pemerintah AS sebagai organisasi teroris.
Namun, baik Mattson maupun organisasinya tidak pernah dihukum. Jaksa hanya menyatakan memiliki bukti-bukti dan kesaksian yang dapat menghubungkan kelompok tersebut ke Hamas dan jaringan radikal lainnya.
Sebelumnya, Muslimah kelahiran Kanada tahun 1963 ini juga pernah membuat kejutan dengan melakukan pertemuan dengan pejabat tinggi Pentagon selama pemerintahan Bush. Dia juga hadir pada misa Konvensi Nasional Partai Demokrat di Denver saat Obama mencalonkan diri sebagai presiden.
Ingrid MattsonPemerintah AS dan ISNA sebenarnya memiliki hubungan kerjasama yang baik. Kelompok tersebut memberikan latihan agama kepada Biro Penyelidik Federal (FBI). Karen Hughes, orang kepercayaan Bush, mengatakan bahwa Mattson sebagai pemimpin yang hebat dan panutan bagi banyak orang. Mattson adalah seorang profesor studi Islam di Hartford Seminary di Hartford, Connecticut.
Ia memperoleh gelar sarjana dalam bidang filsafat dari Universitas Waterloo, Ontario, pada 1987. Sementara gelar PhD pada studi Islam ia peroleh dari Universitas Chicago pada 1999. Penelitiannya mengenai Hukum Islam dan Masyarakat. Selama kuliah di Chicago, ia banyak terlibat pada kegiatan komunitas Muslim lokal.
Ia duduk dalam jajaran Direktur Universal School di Bridgeview dan anggota komite Interfaith Committee of the Council of Islamic Organizations of Greater Chicago. Mattson juga pernah menetap di Pakistan dan bekerja sebagai pekerja sosial bagi pengungsi wanita Afghanistan selama kurun waktu 1987-1988.
Pada 1995, ia ditunjuk sebagai penasihat bagi delegasi Afghanistan untuk PBB bagi Komisi yang membidangi Status Perempuan.
Saat bekerja di kamp pengungsi di Pakistan inilah ia bertemu dengan pria yang kini menjadi suaminya, Amer Aetak, seorang insinyur dari Mesir.
Dari pernikahan mereka, pasangan ini dikaruniai seorang anak perempuan bernama Soumayya dan satu orang anak laki-laki bernama Ubayda.
Meski saat ini banyak berkecimpung dalam kegiatan keagamaan ISNA, sebuah organisasi berbasiskan komunitas Muslim terbesar di AS, namun Mattson kecil tumbuh dan besar dalam lingkungan Kristen di Kitchener, Ontario, Kanada. Ayahnya adalah seorang pengacara, sementara ibunya bekerja di rumah membesarkan ketujuh anaknya.
Mattson berhenti pergi ke gereja pada usia 16 tahun dengan alasan tidak bisa lagi percaya dengan apa yang diajarkan oleh gereja. Saat menimba ilmu di Universitas Waterloo, ia mempelajari seni dan filsafat, yang dinilainya menekankan kebebasan seseorang untuk memilih.
”Setahun sebelum saya masuk Islam, saya banyak menghabiskan waktu untuk mencari dan melihat hal-hal yang berhubungan dengan seni. Saat mengikuti pendidikan bidang filsafat dan seni rupa, saya duduk berjam-jam dalam ruang kelas yang gelap untuk melihat dan mendengarkan penjelasan profesor saya melalui infokus proyektor. Beliau menjelaskan tentang kehebatan hasil karya Seni Barat,” paparnya seperti dikutip dari situs whyislam.org.
Wajah Islam
Saat di Waterloo ini, Ingrid Mattson sempat bekerja pada bagian Departemen Seni Rupa, yang salah satu tugasnya mempersiapkan slide dan katalog seni. Karenanya setiap kali masuk ke perpustakaan, menurut Mattson, ia selalu mengumpulkan buku-buku seni sejarah.
Dan untuk mendapatkan bahan-bahan guna keperluan pembuatan katalog seni, ia terpaksa harus pergi ke museum yang ada di Toronto, Montreal, dan Chicago.
Bahkan, ia harus merelakan masa liburan musim seminya dihabiskan di dalam Museum Louvre yang berada di tengah Kota Paris. Saat berada di Paris inilah untuk kali pertama dalam hidupnya Mattson berjumpa dengan seorang Muslim. Ia menyebut momen tersebut sebagai ‘the summer I met Muslims’. ”Saya selalu terkenang akan peristiwa ini,” ujarnya.
Ingrid MattsonApa yang dicarinya selama ini, ungkap Mattson, hanya berkaitan dengan semua karya seni yang tergambar dalam bentuk visual. Peradaban Barat memang dikenal memiliki tradisi menggambarkan sesuatu dalam bentuk visual, termasuk penggambaran mengenai keberadaan Tuhan.
”Kita banyak membuat kesalahan dengan berpikir bahwa melihat berarti mengenali, dan semakin terekspose seseorang itu, maka semakin pentinglah orang tersebut,” kata Mattson.
Namun, akhir dari pencariannya tentang seni telah membawa Mattson bertemu dengan dua orang seniman, laki-laki dan perempuan, yang tidak membuat patung dan lukisan sensual tentang Tuhan. ”Mereka telah mengenali Tuhan dengan cara yang berbeda, menghargai pemimpin, dan menghargai hasil kerja seorang wanita,” tuturnya.
Gambaran mengenai Islam yang ia dapatkan dari kedua orang teman barunya ini, membawa Mattson pada pengenalan wajah Islam yang semakin baik.
Ia menyatakan, peradaban Islam tidak menganut sistem penggambaran sesuatu dalam bentuk visual di dalam mengingat dan memuji Tuhan dan menghargai seorang Nabi.
”Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah sesuatu yang tersembunyi. Tersembunyi dalam pantulan mata umat manusia. Tetapi, orang yang memiliki penglihatan dapat mengenali Tuhannya dengan melihat, mempelajari pengaruh dari kekuatan ciptaan-Nya,” papar Mattson.
Selain penggambaran terhadap Tuhan, umat Islam juga melarang penggambaran terhadap semua Nabi Allah Subhanahu Wa Ta’ala . Umat Islam hanya menuliskan nama mereka dalam bentuk kaligrafi. Kata-kata, tulisan, dan ucapan serta akhlak mulia dalam kehidupan merupakan media utama bagi Muhammad SAW dalam menyebarkan pengaruhnya ke seluruh umatnya.
Dari sinilah kemudian Mattson mulai tertarik untuk mempelajari keyakinan yang dianut oleh kedua temannya yang asal Senegal itu.
Ia pun mulai menggali tentang ketuhanan dan kepribadian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melalui Al-Quran terjemahan. Setelah banyak mempelajari lebih jauh mengenai Islam dari Al-Quran, Mattson akhirnya menyadari dan yakin adanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
”Pilihan-pilihan anda mencerminkan siapa diri anda. Meski ada keterbatasan, tapi selalu tersedia kesempatan untuk memilih yang terbaik,” katanya.
Yang membuatnya semakin tertarik dengan Islam adalah semua umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak hanya mengikutinya dalam hal beribadah, tetapi juga di dalam semua aspek kehidupan, mulai dari kebersihan diri sampai pada cara bersikap terhadap anak-anak dan tetangga. Semua perbuatan, perkataan, dan perilaku Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam inilah yang disebut dengan sunah.
Dan pengaruh sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut telah tergambar pada kehidupan para orang tua, muda, kaya, miskin, yang menjadikannya sebagai suri teladan bagi semua pengikutnya.
”Pertama kali saya menyadari pengaruh fisik dari sunah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada generasi muda Muslim adalah ketika suatu hari saya duduk di masjid, menyaksikan anak saya yang berumur 9 tahun shalat di samping guru mengajinya. Ubayda duduk di samping guru dari Arab Saudi yang dengan tekun dan lembut mengajarinya sehingga membuatnya sangat respek dan hormat,” tuturnya.
Ingrid MattsonPerkenalan Ingrid Mattson tentang Islam makin berkembang saat ia berkunjung ke sejumlah negara yang mayoritas berpenduduk Muslim.
Beberapa peristiwa yang dia temui di negara-negara tersebut, diakui Mattson makin mempertebal keyakinannya terhadap Islam.
Lebih setahun, dalam perjalanannya ke negara-negara Muslim ini ia menyaksikan kesamaan keinginan untuk berbagi dan selalu saling memberi antara sesama serta kesamaan keyakinan yang mendalam.
”Makanan untuk dua orang cukup untuk tiga orang dan makanan untuk tiga orang cukup untuk empat orang,” jelasnya sambil mengutip hadis Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Salah satunya adalah ketika ia mengunjungi Kosovo. Selama serangan Serbia ke Kosovo, banyak Muslim Albania yang menyediakan rumah mereka untuk para pengungsi. Bahkan, satu orang memasak setiap harinya untuk 20 orang dalam rumah yang sederhana.
Begitu juga ketika ia menikah di Pakistan. Sebagai pekerja sosial pada kamp pengungsian, Mattson dan suami tidak memiliki cukup uang. Sekembalinya dari pernikahan ke kamp pengungsian, para wanita Afghanistan bertanya kepadanya tentang pakaian, perhiasan emas, cincin kawin, dan kalung emas yang diberikan oleh suami kepadanya sebagai mahar.
”Saya perlihatkan kepada mereka cincin emas sederhana dan saya ceritakan tentang baju pengantin yang saya pinjam untuk menikah. Wajah mereka langsung berubah menunjukkan perasaan sedih dan simpati,” tuturnya.
Sepekan setelah peristiwa itu, saat ia sedang duduk di depan tenda kamp pengungsi yang berdebu, para wanita Afghanistan tersebut muncul lagi. Mereka datang menemuinya dengan membawa celana biru cerah terbuat dari satin dengan hiasan emas, sebuah baju berlengan merah dengan warna-warni dan scarf warna biru yang tampak serasi dengan pakaian, sebagai hadiah pernikahan.
”Semua yang saya lihat adalah hadiah pernikahan yang tak ternilai bagi saya. Bukan saja dukungan mereka, tetapi pelajaran keikhlasan dan rasa empati yang mereka berikan yang merupakan buah yang sangat manis dari sebuah keyakinan yang benar,” pungkas Mattson.

Melalui Seni Rupa, Ingrid Mattson Mengenal Islam

Ingrid Mattsonkisahmuallaf.com – Nama Ingrid Mattson sempat menjadi topik pembicaraan hangat di berbagai media Barat ketika namanya masuk dalam daftar salah satu tokoh yang diundang pada inaugurasi Barack Obama setelah kandidat Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat itu menang dalam pemilu.
Mattson yang menjabat Presiden Komunitas Islam Amerika Utara (ISNA) merupakan salah satu pemimpin agama yang akan berbicara pada acara doa yang digelar di Cathedral Nasional di Washington DC, sehari setelah pelantikan Obama sebagai presiden AS ke-44.
Undangan yang ditujukan kepada Mattson ini menuai kontroversi publik Amerika. Sebab, yang bersangkutan dicurigai jaksa federal terkait dengan jaringan teroris.
Seperti diketahui, pada Juli 2007, jaksa federal di Dallas, mengajukan tuntutan kepada ISNA karena diduga memiliki jaringan dengan Hamas organisasi Islam di Palestina yang dikelompokkan Pemerintah AS sebagai organisasi teroris.
Namun, baik Mattson maupun organisasinya tidak pernah dihukum. Jaksa hanya menyatakan memiliki bukti-bukti dan kesaksian yang dapat menghubungkan kelompok tersebut ke Hamas dan jaringan radikal lainnya.
Sebelumnya, Muslimah kelahiran Kanada tahun 1963 ini juga pernah membuat kejutan dengan melakukan pertemuan dengan pejabat tinggi Pentagon selama pemerintahan Bush. Dia juga hadir pada misa Konvensi Nasional Partai Demokrat di Denver saat Obama mencalonkan diri sebagai presiden.
Ingrid MattsonPemerintah AS dan ISNA sebenarnya memiliki hubungan kerjasama yang baik. Kelompok tersebut memberikan latihan agama kepada Biro Penyelidik Federal (FBI). Karen Hughes, orang kepercayaan Bush, mengatakan bahwa Mattson sebagai pemimpin yang hebat dan panutan bagi banyak orang. Mattson adalah seorang profesor studi Islam di Hartford Seminary di Hartford, Connecticut.
Ia memperoleh gelar sarjana dalam bidang filsafat dari Universitas Waterloo, Ontario, pada 1987. Sementara gelar PhD pada studi Islam ia peroleh dari Universitas Chicago pada 1999. Penelitiannya mengenai Hukum Islam dan Masyarakat. Selama kuliah di Chicago, ia banyak terlibat pada kegiatan komunitas Muslim lokal.
Ia duduk dalam jajaran Direktur Universal School di Bridgeview dan anggota komite Interfaith Committee of the Council of Islamic Organizations of Greater Chicago. Mattson juga pernah menetap di Pakistan dan bekerja sebagai pekerja sosial bagi pengungsi wanita Afghanistan selama kurun waktu 1987-1988.
Pada 1995, ia ditunjuk sebagai penasihat bagi delegasi Afghanistan untuk PBB bagi Komisi yang membidangi Status Perempuan.
Saat bekerja di kamp pengungsi di Pakistan inilah ia bertemu dengan pria yang kini menjadi suaminya, Amer Aetak, seorang insinyur dari Mesir.
Dari pernikahan mereka, pasangan ini dikaruniai seorang anak perempuan bernama Soumayya dan satu orang anak laki-laki bernama Ubayda.
Meski saat ini banyak berkecimpung dalam kegiatan keagamaan ISNA, sebuah organisasi berbasiskan komunitas Muslim terbesar di AS, namun Mattson kecil tumbuh dan besar dalam lingkungan Kristen di Kitchener, Ontario, Kanada. Ayahnya adalah seorang pengacara, sementara ibunya bekerja di rumah membesarkan ketujuh anaknya.
Mattson berhenti pergi ke gereja pada usia 16 tahun dengan alasan tidak bisa lagi percaya dengan apa yang diajarkan oleh gereja. Saat menimba ilmu di Universitas Waterloo, ia mempelajari seni dan filsafat, yang dinilainya menekankan kebebasan seseorang untuk memilih.
”Setahun sebelum saya masuk Islam, saya banyak menghabiskan waktu untuk mencari dan melihat hal-hal yang berhubungan dengan seni. Saat mengikuti pendidikan bidang filsafat dan seni rupa, saya duduk berjam-jam dalam ruang kelas yang gelap untuk melihat dan mendengarkan penjelasan profesor saya melalui infokus proyektor. Beliau menjelaskan tentang kehebatan hasil karya Seni Barat,” paparnya seperti dikutip dari situs whyislam.org.
Wajah Islam
Saat di Waterloo ini, Ingrid Mattson sempat bekerja pada bagian Departemen Seni Rupa, yang salah satu tugasnya mempersiapkan slide dan katalog seni. Karenanya setiap kali masuk ke perpustakaan, menurut Mattson, ia selalu mengumpulkan buku-buku seni sejarah.
Dan untuk mendapatkan bahan-bahan guna keperluan pembuatan katalog seni, ia terpaksa harus pergi ke museum yang ada di Toronto, Montreal, dan Chicago.
Bahkan, ia harus merelakan masa liburan musim seminya dihabiskan di dalam Museum Louvre yang berada di tengah Kota Paris. Saat berada di Paris inilah untuk kali pertama dalam hidupnya Mattson berjumpa dengan seorang Muslim. Ia menyebut momen tersebut sebagai ‘the summer I met Muslims’. ”Saya selalu terkenang akan peristiwa ini,” ujarnya.
Ingrid MattsonApa yang dicarinya selama ini, ungkap Mattson, hanya berkaitan dengan semua karya seni yang tergambar dalam bentuk visual. Peradaban Barat memang dikenal memiliki tradisi menggambarkan sesuatu dalam bentuk visual, termasuk penggambaran mengenai keberadaan Tuhan.
”Kita banyak membuat kesalahan dengan berpikir bahwa melihat berarti mengenali, dan semakin terekspose seseorang itu, maka semakin pentinglah orang tersebut,” kata Mattson.
Namun, akhir dari pencariannya tentang seni telah membawa Mattson bertemu dengan dua orang seniman, laki-laki dan perempuan, yang tidak membuat patung dan lukisan sensual tentang Tuhan. ”Mereka telah mengenali Tuhan dengan cara yang berbeda, menghargai pemimpin, dan menghargai hasil kerja seorang wanita,” tuturnya.
Gambaran mengenai Islam yang ia dapatkan dari kedua orang teman barunya ini, membawa Mattson pada pengenalan wajah Islam yang semakin baik.
Ia menyatakan, peradaban Islam tidak menganut sistem penggambaran sesuatu dalam bentuk visual di dalam mengingat dan memuji Tuhan dan menghargai seorang Nabi.
”Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah sesuatu yang tersembunyi. Tersembunyi dalam pantulan mata umat manusia. Tetapi, orang yang memiliki penglihatan dapat mengenali Tuhannya dengan melihat, mempelajari pengaruh dari kekuatan ciptaan-Nya,” papar Mattson.
Selain penggambaran terhadap Tuhan, umat Islam juga melarang penggambaran terhadap semua Nabi Allah Subhanahu Wa Ta’ala . Umat Islam hanya menuliskan nama mereka dalam bentuk kaligrafi. Kata-kata, tulisan, dan ucapan serta akhlak mulia dalam kehidupan merupakan media utama bagi Muhammad SAW dalam menyebarkan pengaruhnya ke seluruh umatnya.
Dari sinilah kemudian Mattson mulai tertarik untuk mempelajari keyakinan yang dianut oleh kedua temannya yang asal Senegal itu.
Ia pun mulai menggali tentang ketuhanan dan kepribadian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melalui Al-Quran terjemahan. Setelah banyak mempelajari lebih jauh mengenai Islam dari Al-Quran, Mattson akhirnya menyadari dan yakin adanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
”Pilihan-pilihan anda mencerminkan siapa diri anda. Meski ada keterbatasan, tapi selalu tersedia kesempatan untuk memilih yang terbaik,” katanya.
Yang membuatnya semakin tertarik dengan Islam adalah semua umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak hanya mengikutinya dalam hal beribadah, tetapi juga di dalam semua aspek kehidupan, mulai dari kebersihan diri sampai pada cara bersikap terhadap anak-anak dan tetangga. Semua perbuatan, perkataan, dan perilaku Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam inilah yang disebut dengan sunah.
Dan pengaruh sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut telah tergambar pada kehidupan para orang tua, muda, kaya, miskin, yang menjadikannya sebagai suri teladan bagi semua pengikutnya.
”Pertama kali saya menyadari pengaruh fisik dari sunah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada generasi muda Muslim adalah ketika suatu hari saya duduk di masjid, menyaksikan anak saya yang berumur 9 tahun shalat di samping guru mengajinya. Ubayda duduk di samping guru dari Arab Saudi yang dengan tekun dan lembut mengajarinya sehingga membuatnya sangat respek dan hormat,” tuturnya.
Ingrid MattsonPerkenalan Ingrid Mattson tentang Islam makin berkembang saat ia berkunjung ke sejumlah negara yang mayoritas berpenduduk Muslim.
Beberapa peristiwa yang dia temui di negara-negara tersebut, diakui Mattson makin mempertebal keyakinannya terhadap Islam.
Lebih setahun, dalam perjalanannya ke negara-negara Muslim ini ia menyaksikan kesamaan keinginan untuk berbagi dan selalu saling memberi antara sesama serta kesamaan keyakinan yang mendalam.
”Makanan untuk dua orang cukup untuk tiga orang dan makanan untuk tiga orang cukup untuk empat orang,” jelasnya sambil mengutip hadis Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Salah satunya adalah ketika ia mengunjungi Kosovo. Selama serangan Serbia ke Kosovo, banyak Muslim Albania yang menyediakan rumah mereka untuk para pengungsi. Bahkan, satu orang memasak setiap harinya untuk 20 orang dalam rumah yang sederhana.
Begitu juga ketika ia menikah di Pakistan. Sebagai pekerja sosial pada kamp pengungsian, Mattson dan suami tidak memiliki cukup uang. Sekembalinya dari pernikahan ke kamp pengungsian, para wanita Afghanistan bertanya kepadanya tentang pakaian, perhiasan emas, cincin kawin, dan kalung emas yang diberikan oleh suami kepadanya sebagai mahar.
”Saya perlihatkan kepada mereka cincin emas sederhana dan saya ceritakan tentang baju pengantin yang saya pinjam untuk menikah. Wajah mereka langsung berubah menunjukkan perasaan sedih dan simpati,” tuturnya.
Sepekan setelah peristiwa itu, saat ia sedang duduk di depan tenda kamp pengungsi yang berdebu, para wanita Afghanistan tersebut muncul lagi. Mereka datang menemuinya dengan membawa celana biru cerah terbuat dari satin dengan hiasan emas, sebuah baju berlengan merah dengan warna-warni dan scarf warna biru yang tampak serasi dengan pakaian, sebagai hadiah pernikahan.
”Semua yang saya lihat adalah hadiah pernikahan yang tak ternilai bagi saya. Bukan saja dukungan mereka, tetapi pelajaran keikhlasan dan rasa empati yang mereka berikan yang merupakan buah yang sangat manis dari sebuah keyakinan yang benar,” pungkas Mattson.

Muhammad Syafii Antonio, MSc. , Setelah Masuk Islam Giat Menyuarakan Ekonomi Islam

Saya lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 12 mei 1965. Nama asli saya Nio Cwan Chung (sekarang M. Syafii Antonio) . Saya adalah WNI keturunan Tionghoa. Sejak kecil saya mengenal dan menganut ajaran Konghucu, karena ayah saya seorang pendeta Konghucu.
Selain mengenal ajaran Konghucu, saya juga mengenal ajaran Islam melalui pergaulan di lingkungan rumah dan sekolah. Saya sering memperhatikan cara-cara ibadah orang-orang muslim. Kerena terlalu sering memperhatikan tanpa sadar saya diam-diam suka melakukan shalat. Kegiatan ibadah orang lain ini saya lakukan walaupun saya belum mengikrarkan diri menjadi seorang muslim.
Kehidupan keluarga saya sangat memberikan kebebasan dalam memilih agama. Sehingga saya memilih agama Kristen Protestan menjadi agama saya. Setelah itu saya berganti nama menjadi Pilot Sagaran Antonio. Kepindahan saya ke agama Kristen Protestan tidak membuat ayah saya marah. Ayah akan sangat kecewa jika saya sekeluarga memilih Islam sebagai agama.
Sikap ayah saya ini berangkat dari image gambaran buruk terhadap pemeluk Islam. Ayah saya sebenarnya melihat ajaran Islam itu bagus. Apalagi dilihat dari sisi Al Qur’an dan hadits. Tapi, ayah saya sangat heran pada pemeluknya yang tidak mencerminkan kesempurnaan ajaran agamanya.
Gambaran buruk tentang kaum muslimin itu menurut ayah saya terlihat dari banyaknya umat Islam yang berada dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Bahkan, sampai mencuri sandal di mushola pun dilakukan oleh umat Islam sendiri. Jadi keindahan dan kebagusan ajaran Islam dinodai oleh prilaku umatnya yang kurang baik.
Kendati demikian buruknya citra kaum muslimin di mata ayah, tak membuat saya kendur untuk mengetahui lebih jauh tentang agama islam. Untuk mengetahui agama Islam, saya mencoba mengkaji Islam secara komparatif (perbandingan) dengan agama-agama lain. Dalam melakukan studi perbandingan ini saya menggunakan tiga pendekatan, yakni pendekatan sejarah, pendekatan alamiah, dan pendekatan nalar rasio biasa. Sengaja saya tidak menggunakan pendekatan kitab-kitab suci agar dapat secara obyektif mengetahui hasilnya.
Berdasarkan tiga pendekatan itu, saya melihat Islam benar-benar agama yang mudah dipahami ketimbang agama-agama lain. Dalam Islam saya temukan bahwa semua rasul yang diutus Tuhan ke muka bumi mengajarkan risalah yang satu, yaitu Tauhid. Selain itu, saya sangat tertarik pada kitab suci umat Islam, yaitu Al-Qur’e2’80’99an. Kitab suci ini penuh dengan kemukjizatan, baik ditinjau dari sisi bahasa, tatanan kata, isi, berita, keteraturan sastra, data-data ilmiah, dan berbagai aspek lainnya.
Ajaran Islam juga memiliki system nilai yang sangat lengkap dan komprehensif, meliputi system tatanan akidah, kepercayaan, dan tidak perlu perantara dalam beribadah. Dibanding agama lain, ibadah dalam islam diartikan secara universal. Artinya, semua yang dilakukan baik ritual, rumah tangga, ekonomi, sosial, maupun budaya, selama tidak menyimpang dan untuk meninggikan siar Allah, nilainya adalah ibadah. Selain itu,disbanding agama lain, terbukti tidak ada agama yang memiliki system selengkap agama Islam.Hasil dari studi banding inilah yang memantapkan hati saya untuk segera memutuskan bahwa Islam adalah agama yang dapat menjawab persoalan hidup.
Masuk Islam
Setelah melakukan perenungan untuk memantapkan hati, maka di saat saya berusia 17 tahun dan masih duduk di bangku SMA, saya putuskan untuk memeluk agama Islam. Oleh K.H.Abdullah bin Nuh al-Ghazali saya dibimbing untuk mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat pada tahun 1984. Nama saya kemudian diganti menjadi Syafii Antonio.
Keputusan yang saya ambil untuk menjadi pengikut Nabi Muhammad saw. Ternyata mendapat tantangan dari pihak keluarga. Saya dikucilkan dan diusir dari rumah. Jika saya pulang, pintu selalu tertutup dan terkunci. Bahkan pada waktu shalat, kain sarung saya sering diludahi. Perlakuan keluarga terhadap diri saya tak saya hadapi dengan wajah marah, tapi dengan kesabaran dan perilaku yang santun. Ini sudah konsekuensi dari keputusan yang saya ambil.
Alhamdulillah,perlakuan dan sikap saya terhadap mereka membuahkan hasil. Tak lama kemudian mama menyusul jejak saya menjadi pengikut Nabi Muhammad saw. Setelah mengikrarkan diri, saya terus mempelajari Islam, mulai dari membaca buku, diskusi, dan sebagainya. Kemudian saya mempelajari bahasa Arab di Pesantren an-Nidzom, Sukabumi, dibawah pimpinan K.H.Abdullah Muchtar.
Lulus SMA saya melanjutkan ke ITB dan IKIP, tapi kemudian pindah ke IAIN Syarif Hidayatullah. Itupun tidak lama, kemudian saya melanjutkan sekolah ke University of yourdan (Yordania). Selesai studi S1 saya melanjutkan program S2 di international Islamic University (IIU) di Malaysia, khusus mempelajari ekonomi Islam.
Selesai studi, saya bekerja dan mengajar pada beberapa universitas. Segala aktivitas saya sengaja saya arahkan pada bidang agama. Untuk membantu saudara-saudara muslim Tionghoa, Saya aktif pada Yayasan Haji Karim Oei. Di yayasan inilah para mualaf mendapat informasi dan pembinaan. Mulai dari bimbingan shalat, membaca Al-Qur’e2’80’99an, diskusi, ceramah, dan kajian Islam, hingga informasi mengenai agama Islam. (Hamzah, mualaf.com)
Redaksi : Saat ini M Syafii Antonio aktif diberbagai Lembaga Keuangan Islam/Syariah baik Bank maupun Non Bank, dan membina berbagai pendidikan syariah

Dr. Muhammad Syafii Antonio, MSc
- Doktor Banking & Micro Finance, University of Melbourne, 2004
- Master of Economic, International Islamic University, Malayasia, 1992
- Sarjana Syariah, University of Jordan, 1990
- Komite Ahli Pengembangan Perbankan Syariah pada Bank Indonesia
- Dewan Komisaris Bank Syariah Mega Indonesia
- Dewan Syariah BSM
- Dewan Syariah Takaful
- Dewan Syariah PNM
- Dewan Syariah Nasional, MUI
Perbankan dan Syariah serta Pesantren.
uhammad Syafii Antonio adalah seorang alumni pesantren yang tercebur ke
dunia perbankan. Masuk pesantren dengan alasan ingin mendalami Islam sebagai agama yang baru dianutnya, Syafii menapak sukses hingga menjadi pakar ekonomi syariah nasional saat ini.
Ia memulai pendidikan pesantrennya pada 1985, ketika lulus dari SMU. Ia masuk pesantren tradisional An-Nizham, Sukabumi. Alasannya ketika itu ingin mendalami ilmu keislaman secara utuh. “Jika ingin menjadi muslim yang komprehensif, pesantren adalah tempat yang ideal.”
Tiga tahun di pesantren, ia melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ia mendaftar ke ITB, IKIP, dan IAIN. Meski diterima, karena ia ingin lebih besar untuk mempelajari Islam, Syafii memilih belajar ke luar negeri. Lewat Muhammadiyah, ia mendapat kesempatan belajar di Yordania untuk studi Islam bidang syariah.
Di saat yang sama ia juga mengambil kuliah ekonomi. Lalu ia melanjutkan ke Al-Azhar untuk memperdalam studi Islam. Perjalanan hidupnya berbelok ketika ia batal melanjutkan ke Manchester University karena Perang Teluk. Akhirnya, ia mendaftar ke International Islamic University Malaysia. Ia mengambil studi Banking and Finance dan selesai pada 1992.
Syafii berkecimpung di perbankan syariah mulai tahun itu juga saat ia bertemu delegasi Indonesia yang akan mendirikan bank syariah setelah melihat contoh bank syariah di Malaysia.
Kembali ke Indonesia, ia bergabung dengan Bank Muamalat, bank dengan sistem syariah pertama di Indonesia. Dua tahun setelah itu, ia mendirikan Asuransi Takaful, lalu berturut-turut reksa dana syariah. Empat tahun membesarkan Bank Muamalat, ia mundur dan mendirikan Tazkia Group yang memiliki beberapa unit usaha dengan mengembangkan bisnis dan ekonomi syariah.
Sebagai alumni pesantren, Syafii mengungkapkan ketidakyakinannya bahwa kurikulum pesantren bisa menghasilkan seseorang dengan mental teroris. “Apalagi pesantren tradisional atau salafi,” katanya. Pada pesantren ini, tuntutan untuk tasawufnya cukup tinggi sehingga mereka menekankan pada akhlak dan etika. “Bahkan saya melihat beberapa pesantren bisa terjerumus pada zuhud yang negatif dan sangat berseberangan dengan apa yang saya dorong sekarang,” katanya.
Begitu pula di beberapa pesantren modern dan progresif seperti Gontor, Darunnajah, dan lain-lain, pendekatan metode belajarnya sudah diperbarui. “Santrinya sudah menggunakan dua bahasa asing dan tidak terlalu terikat pada mazhab tertentu dari sisi fiqih dan akidah.”
Kemudian ada jenis pesantren lainnya, yaitu yang mencoba tidak hanya berkutat pada aspek teologi dan teori, tapi mungkin mereka mencoba untuk merespons tantangan modernisasi dan westernisasi sebagai realisasi amar ma’ruf nahi munkar. “Kalau yang terakhir ini yang dikembangkan beberapa pesantren di Indonesia, tanpa saya berhak menyebut nama, mungkin itu bisa jadi yang paling dekat pada pergerakan-pergerakan yang lebih progresif,” katanya. Toh, kalau pun ada tersangka teroris, itu tak bisa disebut mewakili pesantren dan ajaran Islam.
Sebagai alumni pesantren, Syafii juga memiliki kritik terhadap pendidikan pesantren saat ini. “Saya lihat kurikulumnya harus ditinjau ulang,” katanya. Ia mencontohkan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren. “Konteks dan contohnya sudah sangat klasik dan belum tentu selesai dipelajari dalam dua-tiga tahun,” katanya. Ia mengimbau agar kurikulum pesantren memadatkan apa saja yang harus dipelajari santri. “Ada target yang harus dirancang untuk santri,” katanya.
Selain itu, gaya belajar pesantren juga masih terpusat pada satu-dua kiai. “Tak ada regenerasi dan tentu sangat berat bagi para kiai itu untuk mengajar sekian banyak santri,” katanya. Karenanya, tak heran jika terdapat jarak yang jauh dalam penguasaan ilmu antara kiai dan asistennya.
Syafii melihat para kiai ilmunya sangat banyak dan ikhlas, tapi kurang responsnya terhadap masalah-masalah sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Dalam media apa pun, tulisan kiai sangat jarang sekali. Ketika muncul pemikiran frontal, mereka cenderung reaktif, bukan proaktif. “Seharusnya jika ada ide-ide jernih langsung dituliskan dan disampaikan ke masyarakat,” katanya.

Muhammad Syafii Antonio, MSc. , Setelah Masuk Islam Giat Menyuarakan Ekonomi Islam

Saya lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 12 mei 1965. Nama asli saya Nio Cwan Chung (sekarang M. Syafii Antonio) . Saya adalah WNI keturunan Tionghoa. Sejak kecil saya mengenal dan menganut ajaran Konghucu, karena ayah saya seorang pendeta Konghucu.
Selain mengenal ajaran Konghucu, saya juga mengenal ajaran Islam melalui pergaulan di lingkungan rumah dan sekolah. Saya sering memperhatikan cara-cara ibadah orang-orang muslim. Kerena terlalu sering memperhatikan tanpa sadar saya diam-diam suka melakukan shalat. Kegiatan ibadah orang lain ini saya lakukan walaupun saya belum mengikrarkan diri menjadi seorang muslim.
Kehidupan keluarga saya sangat memberikan kebebasan dalam memilih agama. Sehingga saya memilih agama Kristen Protestan menjadi agama saya. Setelah itu saya berganti nama menjadi Pilot Sagaran Antonio. Kepindahan saya ke agama Kristen Protestan tidak membuat ayah saya marah. Ayah akan sangat kecewa jika saya sekeluarga memilih Islam sebagai agama.
Sikap ayah saya ini berangkat dari image gambaran buruk terhadap pemeluk Islam. Ayah saya sebenarnya melihat ajaran Islam itu bagus. Apalagi dilihat dari sisi Al Qur’an dan hadits. Tapi, ayah saya sangat heran pada pemeluknya yang tidak mencerminkan kesempurnaan ajaran agamanya.
Gambaran buruk tentang kaum muslimin itu menurut ayah saya terlihat dari banyaknya umat Islam yang berada dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Bahkan, sampai mencuri sandal di mushola pun dilakukan oleh umat Islam sendiri. Jadi keindahan dan kebagusan ajaran Islam dinodai oleh prilaku umatnya yang kurang baik.
Kendati demikian buruknya citra kaum muslimin di mata ayah, tak membuat saya kendur untuk mengetahui lebih jauh tentang agama islam. Untuk mengetahui agama Islam, saya mencoba mengkaji Islam secara komparatif (perbandingan) dengan agama-agama lain. Dalam melakukan studi perbandingan ini saya menggunakan tiga pendekatan, yakni pendekatan sejarah, pendekatan alamiah, dan pendekatan nalar rasio biasa. Sengaja saya tidak menggunakan pendekatan kitab-kitab suci agar dapat secara obyektif mengetahui hasilnya.
Berdasarkan tiga pendekatan itu, saya melihat Islam benar-benar agama yang mudah dipahami ketimbang agama-agama lain. Dalam Islam saya temukan bahwa semua rasul yang diutus Tuhan ke muka bumi mengajarkan risalah yang satu, yaitu Tauhid. Selain itu, saya sangat tertarik pada kitab suci umat Islam, yaitu Al-Qur’e2’80’99an. Kitab suci ini penuh dengan kemukjizatan, baik ditinjau dari sisi bahasa, tatanan kata, isi, berita, keteraturan sastra, data-data ilmiah, dan berbagai aspek lainnya.
Ajaran Islam juga memiliki system nilai yang sangat lengkap dan komprehensif, meliputi system tatanan akidah, kepercayaan, dan tidak perlu perantara dalam beribadah. Dibanding agama lain, ibadah dalam islam diartikan secara universal. Artinya, semua yang dilakukan baik ritual, rumah tangga, ekonomi, sosial, maupun budaya, selama tidak menyimpang dan untuk meninggikan siar Allah, nilainya adalah ibadah. Selain itu,disbanding agama lain, terbukti tidak ada agama yang memiliki system selengkap agama Islam.Hasil dari studi banding inilah yang memantapkan hati saya untuk segera memutuskan bahwa Islam adalah agama yang dapat menjawab persoalan hidup.
Masuk Islam
Setelah melakukan perenungan untuk memantapkan hati, maka di saat saya berusia 17 tahun dan masih duduk di bangku SMA, saya putuskan untuk memeluk agama Islam. Oleh K.H.Abdullah bin Nuh al-Ghazali saya dibimbing untuk mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat pada tahun 1984. Nama saya kemudian diganti menjadi Syafii Antonio.
Keputusan yang saya ambil untuk menjadi pengikut Nabi Muhammad saw. Ternyata mendapat tantangan dari pihak keluarga. Saya dikucilkan dan diusir dari rumah. Jika saya pulang, pintu selalu tertutup dan terkunci. Bahkan pada waktu shalat, kain sarung saya sering diludahi. Perlakuan keluarga terhadap diri saya tak saya hadapi dengan wajah marah, tapi dengan kesabaran dan perilaku yang santun. Ini sudah konsekuensi dari keputusan yang saya ambil.
Alhamdulillah,perlakuan dan sikap saya terhadap mereka membuahkan hasil. Tak lama kemudian mama menyusul jejak saya menjadi pengikut Nabi Muhammad saw. Setelah mengikrarkan diri, saya terus mempelajari Islam, mulai dari membaca buku, diskusi, dan sebagainya. Kemudian saya mempelajari bahasa Arab di Pesantren an-Nidzom, Sukabumi, dibawah pimpinan K.H.Abdullah Muchtar.
Lulus SMA saya melanjutkan ke ITB dan IKIP, tapi kemudian pindah ke IAIN Syarif Hidayatullah. Itupun tidak lama, kemudian saya melanjutkan sekolah ke University of yourdan (Yordania). Selesai studi S1 saya melanjutkan program S2 di international Islamic University (IIU) di Malaysia, khusus mempelajari ekonomi Islam.
Selesai studi, saya bekerja dan mengajar pada beberapa universitas. Segala aktivitas saya sengaja saya arahkan pada bidang agama. Untuk membantu saudara-saudara muslim Tionghoa, Saya aktif pada Yayasan Haji Karim Oei. Di yayasan inilah para mualaf mendapat informasi dan pembinaan. Mulai dari bimbingan shalat, membaca Al-Qur’e2’80’99an, diskusi, ceramah, dan kajian Islam, hingga informasi mengenai agama Islam. (Hamzah, mualaf.com)
Redaksi : Saat ini M Syafii Antonio aktif diberbagai Lembaga Keuangan Islam/Syariah baik Bank maupun Non Bank, dan membina berbagai pendidikan syariah

Dr. Muhammad Syafii Antonio, MSc
- Doktor Banking & Micro Finance, University of Melbourne, 2004
- Master of Economic, International Islamic University, Malayasia, 1992
- Sarjana Syariah, University of Jordan, 1990
- Komite Ahli Pengembangan Perbankan Syariah pada Bank Indonesia
- Dewan Komisaris Bank Syariah Mega Indonesia
- Dewan Syariah BSM
- Dewan Syariah Takaful
- Dewan Syariah PNM
- Dewan Syariah Nasional, MUI
Perbankan dan Syariah serta Pesantren.
uhammad Syafii Antonio adalah seorang alumni pesantren yang tercebur ke
dunia perbankan. Masuk pesantren dengan alasan ingin mendalami Islam sebagai agama yang baru dianutnya, Syafii menapak sukses hingga menjadi pakar ekonomi syariah nasional saat ini.
Ia memulai pendidikan pesantrennya pada 1985, ketika lulus dari SMU. Ia masuk pesantren tradisional An-Nizham, Sukabumi. Alasannya ketika itu ingin mendalami ilmu keislaman secara utuh. “Jika ingin menjadi muslim yang komprehensif, pesantren adalah tempat yang ideal.”
Tiga tahun di pesantren, ia melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ia mendaftar ke ITB, IKIP, dan IAIN. Meski diterima, karena ia ingin lebih besar untuk mempelajari Islam, Syafii memilih belajar ke luar negeri. Lewat Muhammadiyah, ia mendapat kesempatan belajar di Yordania untuk studi Islam bidang syariah.
Di saat yang sama ia juga mengambil kuliah ekonomi. Lalu ia melanjutkan ke Al-Azhar untuk memperdalam studi Islam. Perjalanan hidupnya berbelok ketika ia batal melanjutkan ke Manchester University karena Perang Teluk. Akhirnya, ia mendaftar ke International Islamic University Malaysia. Ia mengambil studi Banking and Finance dan selesai pada 1992.
Syafii berkecimpung di perbankan syariah mulai tahun itu juga saat ia bertemu delegasi Indonesia yang akan mendirikan bank syariah setelah melihat contoh bank syariah di Malaysia.
Kembali ke Indonesia, ia bergabung dengan Bank Muamalat, bank dengan sistem syariah pertama di Indonesia. Dua tahun setelah itu, ia mendirikan Asuransi Takaful, lalu berturut-turut reksa dana syariah. Empat tahun membesarkan Bank Muamalat, ia mundur dan mendirikan Tazkia Group yang memiliki beberapa unit usaha dengan mengembangkan bisnis dan ekonomi syariah.
Sebagai alumni pesantren, Syafii mengungkapkan ketidakyakinannya bahwa kurikulum pesantren bisa menghasilkan seseorang dengan mental teroris. “Apalagi pesantren tradisional atau salafi,” katanya. Pada pesantren ini, tuntutan untuk tasawufnya cukup tinggi sehingga mereka menekankan pada akhlak dan etika. “Bahkan saya melihat beberapa pesantren bisa terjerumus pada zuhud yang negatif dan sangat berseberangan dengan apa yang saya dorong sekarang,” katanya.
Begitu pula di beberapa pesantren modern dan progresif seperti Gontor, Darunnajah, dan lain-lain, pendekatan metode belajarnya sudah diperbarui. “Santrinya sudah menggunakan dua bahasa asing dan tidak terlalu terikat pada mazhab tertentu dari sisi fiqih dan akidah.”
Kemudian ada jenis pesantren lainnya, yaitu yang mencoba tidak hanya berkutat pada aspek teologi dan teori, tapi mungkin mereka mencoba untuk merespons tantangan modernisasi dan westernisasi sebagai realisasi amar ma’ruf nahi munkar. “Kalau yang terakhir ini yang dikembangkan beberapa pesantren di Indonesia, tanpa saya berhak menyebut nama, mungkin itu bisa jadi yang paling dekat pada pergerakan-pergerakan yang lebih progresif,” katanya. Toh, kalau pun ada tersangka teroris, itu tak bisa disebut mewakili pesantren dan ajaran Islam.
Sebagai alumni pesantren, Syafii juga memiliki kritik terhadap pendidikan pesantren saat ini. “Saya lihat kurikulumnya harus ditinjau ulang,” katanya. Ia mencontohkan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren. “Konteks dan contohnya sudah sangat klasik dan belum tentu selesai dipelajari dalam dua-tiga tahun,” katanya. Ia mengimbau agar kurikulum pesantren memadatkan apa saja yang harus dipelajari santri. “Ada target yang harus dirancang untuk santri,” katanya.
Selain itu, gaya belajar pesantren juga masih terpusat pada satu-dua kiai. “Tak ada regenerasi dan tentu sangat berat bagi para kiai itu untuk mengajar sekian banyak santri,” katanya. Karenanya, tak heran jika terdapat jarak yang jauh dalam penguasaan ilmu antara kiai dan asistennya.
Syafii melihat para kiai ilmunya sangat banyak dan ikhlas, tapi kurang responsnya terhadap masalah-masalah sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Dalam media apa pun, tulisan kiai sangat jarang sekali. Ketika muncul pemikiran frontal, mereka cenderung reaktif, bukan proaktif. “Seharusnya jika ada ide-ide jernih langsung dituliskan dan disampaikan ke masyarakat,” katanya.

Abel Xavier ,mantan pemain Liverpool mengumumkan pindah agama

Mantan defender tim sepak bola nasional Portugal dan juga klub Inggris Liverpol, Abel Xavier telah mengumumkan berpindah agama menjadi seorang Muslim.
Abel Xavier mengadakan konferensi pers di Ras Al Khaimah stadion di Uni Emirat Arab sebelum pertandingan liga di mana ia mengumumkan keislaman dan nama barunya – Faisal.
Abel mengadakan konferensi pers di hadapan anggota keluarga kerajaan Dubai dan resmi mengumumkan pensiun dari karir sepakbola profesionalnya. Dia sekarang sudah siap untuk mengambil bagian dalam proyek-proyek kemanusiaan yang akan bermanfaat bagi kehidupan jutaan orang di Afrika.
Pada saat-saat kesedihan, aku telah menemukan kenyamanan dalam Islam. Perlahan-lahan, aku belajar agama yang mengakui perdamaian, kesetaraan, kebebasan dan harapan…
“Ini sebuah perpisahan emosional dan saya berharap untuk ikut serta dalam sesuatu yang sangat memuaskan dalam tahap baru dalam hidup saya,” kata Xavier. “Pada saat-saat kesedihan, aku telah menemukan kenyamanan dalam Islam. Perlahan-lahan, aku belajar agama yang mengakui perdamaian, kesetaraan, kebebasan dan harapan. Ini adalah dasar yang saya kenali. Hanya setelah pengetahuan mendalam dan pengalaman yang intens, aku mengambil keputusan ini. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada keluarga kerajaan untuk cinta dan kasih sayang. Mereka memeluk saya dan membuat saya merasa istimewa.”
Mantan bek Benfica dan Liverpool ini ikut ambil bagian bersama tim nasional Portugal dalam kejuaraan dunia anak-anak dibawah umur 17 tahun. Dia tidak ikut membela Portugal pada kejuaraan Eropa tahun 1996, tetapi merupakan tokoh kunci dalam timnya di kejuaraan Eropa tahun 2000. Dia diingat bukan hanya karena permainannya yang baik, namun juga karena penampilannya yang menonjol dengan rambut vysvetlennye

Abel Xavier ,mantan pemain Liverpool mengumumkan pindah agama

Mantan defender tim sepak bola nasional Portugal dan juga klub Inggris Liverpol, Abel Xavier telah mengumumkan berpindah agama menjadi seorang Muslim.
Abel Xavier mengadakan konferensi pers di Ras Al Khaimah stadion di Uni Emirat Arab sebelum pertandingan liga di mana ia mengumumkan keislaman dan nama barunya – Faisal.
Abel mengadakan konferensi pers di hadapan anggota keluarga kerajaan Dubai dan resmi mengumumkan pensiun dari karir sepakbola profesionalnya. Dia sekarang sudah siap untuk mengambil bagian dalam proyek-proyek kemanusiaan yang akan bermanfaat bagi kehidupan jutaan orang di Afrika.
Pada saat-saat kesedihan, aku telah menemukan kenyamanan dalam Islam. Perlahan-lahan, aku belajar agama yang mengakui perdamaian, kesetaraan, kebebasan dan harapan…
“Ini sebuah perpisahan emosional dan saya berharap untuk ikut serta dalam sesuatu yang sangat memuaskan dalam tahap baru dalam hidup saya,” kata Xavier. “Pada saat-saat kesedihan, aku telah menemukan kenyamanan dalam Islam. Perlahan-lahan, aku belajar agama yang mengakui perdamaian, kesetaraan, kebebasan dan harapan. Ini adalah dasar yang saya kenali. Hanya setelah pengetahuan mendalam dan pengalaman yang intens, aku mengambil keputusan ini. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada keluarga kerajaan untuk cinta dan kasih sayang. Mereka memeluk saya dan membuat saya merasa istimewa.”
Mantan bek Benfica dan Liverpool ini ikut ambil bagian bersama tim nasional Portugal dalam kejuaraan dunia anak-anak dibawah umur 17 tahun. Dia tidak ikut membela Portugal pada kejuaraan Eropa tahun 1996, tetapi merupakan tokoh kunci dalam timnya di kejuaraan Eropa tahun 2000. Dia diingat bukan hanya karena permainannya yang baik, namun juga karena penampilannya yang menonjol dengan rambut vysvetlennye

Christian Gonzales, Masuk Islam Karena Tertarik dengan Ajaran Islam


Kisah Muallaf
Bintang TIMNAS yang satu ini sudah tidak asing lagi di mata penggemar sepakbola tanah air. Karena berkat kedua golnya lah Indonesia akhirnya melaju ke babak final bertemu dengan Malaysia. Namun banyak kisah seputar Christian Gonzales yang belum diketahui publik. Salah satu diantaranya adalah kisah Cristian Gonzales masuk Islam.
Christian Gonzales, pemain cemerlang bertabur bintang dengan gelar peraih top skor 4 tahun berturut-turut merupakan sosok yang tak asing lagi di dunia persepakbolaan tanah air Indonesia. Namun siapa menyangka, dibalik kesuksesan Gonzales terdapat suatu kekuatan yang menyemangati hidupnya, terlebih setelah ia menjadi Muallaf, kekuatan itu tidak lain adalah kekuatan doa.
Perkenalannya dengan dunia sepak bola, dimulai ketika Gonzales berusia 6 tahun. Semula ayahnya berharap Gonzales dapat meneruskan jejaknya menjadi seorang militer, namun karena kegilaannya terhadap dunia sepak bola, harapan itu tak terpenuhi.
Menginjak usia ke 18 tahun, pria yang menyukai warna hitam ini bertemu dengan seorang wanita beragama Islam asal Indonesia, Eva Nurida Siregar di Cile, Amerika latin pada tahun 1994. Saat itu Eva menekuni salsa di sekolah Vinadelmar. Lama berkenalan akhirnya Gonzales menyimpan hati pada Eva. Dan tak lama kemudian Cintanya berbalas.
Sebagai penganut Katolik, lelaki yang dikenal pendiam ini sama sekali tidak mengenal agama Islam yang dianut pujaan hatinya, begitu pun dengan sang ibu. “Sebelum ketemu istri, saya sama sekali tidak tahu Islam” ungkap pria penggemar Rivaldo. Maka peran Eva pun menjadi berat, ia berulang kali menjelaskan tentang ajaran Islam yang dianutnya.
Usaha wanita kelahiran Pekanbaru ini akhirnya berhasil. Eva Nurida Siregar yang beragama Islam dan Christian Gerard Alfaro Gonzales yang beragama Katolik menikah dan hidup bersama di Uruguay pada tahun 1995.
Perkembangan karir ini sebetulnya tidak lepas dari peran Eva. Setiap kali pemain sepak bola yang dijuluku elloco (si gila) ini mau berangkat bertanding, wanita yang biasa dipanggil Amor oleh Gonzales ini selalu memanjatkan do’a kepada Allah SWT. Dalam berdoa terkadang Eva sengaja mengeraskan suara dengan harapan Gonzales dapat mendengarnya.
Kebiasaan inilah yang membuat Gonzales mulai tertarik dengan ajaran Islam. Ia sendiri tidak akan beranjak pergi sebelum kekasihnya selesai berdoa. Karena dari doa inilah Gonzales menemukan kedamaian dan ketenangan yang selama ini tidak didapatkan dari agama yang dianut sebelumnya. Doa ini pula yang membuat dirinya semakin bersemangat dan optimis setiap kali bertanding di lapangan hijau.
Tidak hanya itu, Gonzales terkadang memperhatikan kebiasaan Eva yang selalu mengucapkan Bismillah ketika mau melakukan sesuatu atau mengucapkan Istighfar ketika dihadapkan pada konflik, serta ucapan lainnya yang menjadi do’a ummat Islam.I ndonesia merupakan negara yang berpenduduk mayoritas beragama Islam, selama ini Gonzales hanya mengenal Islam melalui istrinya dan ini dirasa tidak cukup. Sekarang pemain yang doyan sup ayam ini bisa langsung menemukan Islam dari para penganutnya.
“Saya tidak pernah memaksa Gonzales masuk Islam”. Ungkap Eva “Kadang-kadang setelah saya baca buku tentang ajaran Islam, saya simpan buku itu di meja dan Christian diam-diam membacanya, maka dia kemudian tau bagaimana sikap suami terhadap istrinya dalam Islam dan bagaimana sikap istri terhadap suaminya” Lanjutnya mengenang saat pertama kali tinggal di Indonesia bersama Gonzales.
Maka tepat pada tanggal 9 Oktober 2003 Christian Gonzales memutuskan untuk masuk Islam atas dasar kemauan sendiri dengan disaksikan oleh ustadz Mustafa di Mesjid Agung al Akbar Surabaya. Christian Gerard Alfaro Gonzales kemudian diberi nama Mustafa Habibi. Nama Mustafa diambil dari guru spiritualnya, ustadz Mustafa sedangkan Habibi (cintaku) diambil karena rasa cinta sang istri amat besar kepada Christian Gonzales.Islam memiliki kesan tersendiri bagi Gonzales “Karena di dalam Islam setiap ada sesuatu ada ucapan doanya seperti ketika masuk rumah mengucapkan assalamualaikum, ketika mau melakukan sesuatu diawali dengan basmalah, dan setiap melangkah dalam Islam selalu aja ada bacaan. Dan ini menjadi hati saya merasa tenang” Ungkap Eva mengutip ucapan Gonzales.
Sang ibu, Meriam Gonzales saat dikabarkan keislaman anaknya, menerima dengan ikhlas agama yang dipilih anak tercintanya, ia hanya berharap anaknya meraih kesuksesan di masa depan. Namun untuk menjalin hubungan keluarga, Gonzales dan Eva setiap hari tidak ketinggalan menghubungi ibunya, hanya sekedar menanyakan kabar dari Negara nun jauh di sana.
Seakan menemukan air di gurun sahara, begitulah kondisi pemain yang mencetak 33 gol untuk PSM Makassar saat itu. Dengan bimbingan Ustadz Mustafa, Gonzales mulai mengenal Islam lebih dalam. Selain itu Hj Fatimah, ulama terkenal asal Mojosari dan Hj. Nurhasanah turut menjadi guru spiritual Gonzales. Bahkan Majelis Ulama Gresik sendiri sampai mengangkat Gonzales beserta keluarganya sebagai anak angkat mereka.
Hj. Nurhasanah biasa dipanggil Bunda, selalu menyemangati Gonzales dengan nasehat untuk selalu berdo’a. “Kamu harus kuat-kuat doa” kenang Eva menirukan ucapan Hj. Nurhasanah. Begitu pun Hj Fatimah, ustadzah yang membangun mesjid dengan nama Gonzali ini baik via telephone atau tatap muka selalu menyemangati Gonzales dengan do’a sambil menangis. Setiap kali pertandingan akan digelar keesokan harinya, Eva sang istri selalu mengadakan pengajian yang dihadiri oleh ibu-ibu sekitar rumahnya dan diakhiri dengan pembacaan doa.
Sementara pengajian berlangsung, Gonzales selalu memperhatikan pengajian dan duduk disamping Eva atau terkadang ia duduk di belakang ibu-ibu pengajian. Maka tidak heran jika Eva lupa tidak mempersiapkan pengajian orang yang pertama kali menegurnya adalah suaminya sendiri. Popularitas dan harta yang melimpah ruah tidak begitu mempengaruhi Gonzales, ia bukanlah tipe orang yang suka menghambur hamburkan uang. Bahkan ia akan sangat marah jika ada orang yang mengajaknya ke klub atau tempat hiburan malam dan tak segan Gonzales akan memutuskan hubungan dengan orang tersebut.
div>
Harta yang ia raih dari perjuangannya di persepakbolaan lebih suka ia berikan kepada anak yatim, fakir miskin dan ibu-ibu pengajian sebagai zakat dan shadaqah. Hal ini dilakukan karena Gonzales mengetahui kewajiban zakat yang ia baca dari buku-buku keislaman milik istrinya.
Sempat Gonzales beserta istrinya berkeinginan untuk menunaikan haji tahun 2008, namun Allah berkehendak lain uang yang di dapatkan dari peralihan top skor sebanyak 50 juta digunakan guna membiayai operasi istrinya untuk melahirkan anak keempat, Vanesa Siregar Gonzales .
Menyangkut kebiasaanya dalam pertandingan sepak bola, pemain yang rajin bersih-bersih rumah ini setiap kali berangkat bertanding selalu membawa tasbih di dalam tasnya dan beberapa buku doa sebagai perbekalan. Selain itu tidak seperti pemain muslim lainnya yang sujud syukur ketika menciptakan gol, bagi Gonzales bentuk rasa syukur ketika berhasil mencetak gol adalah dengan mengangkat telunjuknya ke mulut seraya menengadah ke langit, hal ini merupakan isyarat rasa syukur terhadap Allah yang Maha Esa.
Terkait harapannya ke depan, Gonzales sangat perhatian dengan keluarga “Saya berharap anak-anak menjadi anak yang shaleh dan sehat wal afiyat, semoga Allah melindungi, supaya ketika masalah datang ya cepat hilang” demikian keinginan Gonzales.

Christian Gonzales, Masuk Islam Karena Tertarik dengan Ajaran Islam


Kisah Muallaf
Bintang TIMNAS yang satu ini sudah tidak asing lagi di mata penggemar sepakbola tanah air. Karena berkat kedua golnya lah Indonesia akhirnya melaju ke babak final bertemu dengan Malaysia. Namun banyak kisah seputar Christian Gonzales yang belum diketahui publik. Salah satu diantaranya adalah kisah Cristian Gonzales masuk Islam.
Christian Gonzales, pemain cemerlang bertabur bintang dengan gelar peraih top skor 4 tahun berturut-turut merupakan sosok yang tak asing lagi di dunia persepakbolaan tanah air Indonesia. Namun siapa menyangka, dibalik kesuksesan Gonzales terdapat suatu kekuatan yang menyemangati hidupnya, terlebih setelah ia menjadi Muallaf, kekuatan itu tidak lain adalah kekuatan doa.
Perkenalannya dengan dunia sepak bola, dimulai ketika Gonzales berusia 6 tahun. Semula ayahnya berharap Gonzales dapat meneruskan jejaknya menjadi seorang militer, namun karena kegilaannya terhadap dunia sepak bola, harapan itu tak terpenuhi.
Menginjak usia ke 18 tahun, pria yang menyukai warna hitam ini bertemu dengan seorang wanita beragama Islam asal Indonesia, Eva Nurida Siregar di Cile, Amerika latin pada tahun 1994. Saat itu Eva menekuni salsa di sekolah Vinadelmar. Lama berkenalan akhirnya Gonzales menyimpan hati pada Eva. Dan tak lama kemudian Cintanya berbalas.
Sebagai penganut Katolik, lelaki yang dikenal pendiam ini sama sekali tidak mengenal agama Islam yang dianut pujaan hatinya, begitu pun dengan sang ibu. “Sebelum ketemu istri, saya sama sekali tidak tahu Islam” ungkap pria penggemar Rivaldo. Maka peran Eva pun menjadi berat, ia berulang kali menjelaskan tentang ajaran Islam yang dianutnya.
Usaha wanita kelahiran Pekanbaru ini akhirnya berhasil. Eva Nurida Siregar yang beragama Islam dan Christian Gerard Alfaro Gonzales yang beragama Katolik menikah dan hidup bersama di Uruguay pada tahun 1995.
Perkembangan karir ini sebetulnya tidak lepas dari peran Eva. Setiap kali pemain sepak bola yang dijuluku elloco (si gila) ini mau berangkat bertanding, wanita yang biasa dipanggil Amor oleh Gonzales ini selalu memanjatkan do’a kepada Allah SWT. Dalam berdoa terkadang Eva sengaja mengeraskan suara dengan harapan Gonzales dapat mendengarnya.
Kebiasaan inilah yang membuat Gonzales mulai tertarik dengan ajaran Islam. Ia sendiri tidak akan beranjak pergi sebelum kekasihnya selesai berdoa. Karena dari doa inilah Gonzales menemukan kedamaian dan ketenangan yang selama ini tidak didapatkan dari agama yang dianut sebelumnya. Doa ini pula yang membuat dirinya semakin bersemangat dan optimis setiap kali bertanding di lapangan hijau.
Tidak hanya itu, Gonzales terkadang memperhatikan kebiasaan Eva yang selalu mengucapkan Bismillah ketika mau melakukan sesuatu atau mengucapkan Istighfar ketika dihadapkan pada konflik, serta ucapan lainnya yang menjadi do’a ummat Islam.I ndonesia merupakan negara yang berpenduduk mayoritas beragama Islam, selama ini Gonzales hanya mengenal Islam melalui istrinya dan ini dirasa tidak cukup. Sekarang pemain yang doyan sup ayam ini bisa langsung menemukan Islam dari para penganutnya.
“Saya tidak pernah memaksa Gonzales masuk Islam”. Ungkap Eva “Kadang-kadang setelah saya baca buku tentang ajaran Islam, saya simpan buku itu di meja dan Christian diam-diam membacanya, maka dia kemudian tau bagaimana sikap suami terhadap istrinya dalam Islam dan bagaimana sikap istri terhadap suaminya” Lanjutnya mengenang saat pertama kali tinggal di Indonesia bersama Gonzales.
Maka tepat pada tanggal 9 Oktober 2003 Christian Gonzales memutuskan untuk masuk Islam atas dasar kemauan sendiri dengan disaksikan oleh ustadz Mustafa di Mesjid Agung al Akbar Surabaya. Christian Gerard Alfaro Gonzales kemudian diberi nama Mustafa Habibi. Nama Mustafa diambil dari guru spiritualnya, ustadz Mustafa sedangkan Habibi (cintaku) diambil karena rasa cinta sang istri amat besar kepada Christian Gonzales.Islam memiliki kesan tersendiri bagi Gonzales “Karena di dalam Islam setiap ada sesuatu ada ucapan doanya seperti ketika masuk rumah mengucapkan assalamualaikum, ketika mau melakukan sesuatu diawali dengan basmalah, dan setiap melangkah dalam Islam selalu aja ada bacaan. Dan ini menjadi hati saya merasa tenang” Ungkap Eva mengutip ucapan Gonzales.
Sang ibu, Meriam Gonzales saat dikabarkan keislaman anaknya, menerima dengan ikhlas agama yang dipilih anak tercintanya, ia hanya berharap anaknya meraih kesuksesan di masa depan. Namun untuk menjalin hubungan keluarga, Gonzales dan Eva setiap hari tidak ketinggalan menghubungi ibunya, hanya sekedar menanyakan kabar dari Negara nun jauh di sana.
Seakan menemukan air di gurun sahara, begitulah kondisi pemain yang mencetak 33 gol untuk PSM Makassar saat itu. Dengan bimbingan Ustadz Mustafa, Gonzales mulai mengenal Islam lebih dalam. Selain itu Hj Fatimah, ulama terkenal asal Mojosari dan Hj. Nurhasanah turut menjadi guru spiritual Gonzales. Bahkan Majelis Ulama Gresik sendiri sampai mengangkat Gonzales beserta keluarganya sebagai anak angkat mereka.
Hj. Nurhasanah biasa dipanggil Bunda, selalu menyemangati Gonzales dengan nasehat untuk selalu berdo’a. “Kamu harus kuat-kuat doa” kenang Eva menirukan ucapan Hj. Nurhasanah. Begitu pun Hj Fatimah, ustadzah yang membangun mesjid dengan nama Gonzali ini baik via telephone atau tatap muka selalu menyemangati Gonzales dengan do’a sambil menangis. Setiap kali pertandingan akan digelar keesokan harinya, Eva sang istri selalu mengadakan pengajian yang dihadiri oleh ibu-ibu sekitar rumahnya dan diakhiri dengan pembacaan doa.
Sementara pengajian berlangsung, Gonzales selalu memperhatikan pengajian dan duduk disamping Eva atau terkadang ia duduk di belakang ibu-ibu pengajian. Maka tidak heran jika Eva lupa tidak mempersiapkan pengajian orang yang pertama kali menegurnya adalah suaminya sendiri. Popularitas dan harta yang melimpah ruah tidak begitu mempengaruhi Gonzales, ia bukanlah tipe orang yang suka menghambur hamburkan uang. Bahkan ia akan sangat marah jika ada orang yang mengajaknya ke klub atau tempat hiburan malam dan tak segan Gonzales akan memutuskan hubungan dengan orang tersebut.
div>
Harta yang ia raih dari perjuangannya di persepakbolaan lebih suka ia berikan kepada anak yatim, fakir miskin dan ibu-ibu pengajian sebagai zakat dan shadaqah. Hal ini dilakukan karena Gonzales mengetahui kewajiban zakat yang ia baca dari buku-buku keislaman milik istrinya.
Sempat Gonzales beserta istrinya berkeinginan untuk menunaikan haji tahun 2008, namun Allah berkehendak lain uang yang di dapatkan dari peralihan top skor sebanyak 50 juta digunakan guna membiayai operasi istrinya untuk melahirkan anak keempat, Vanesa Siregar Gonzales .
Menyangkut kebiasaanya dalam pertandingan sepak bola, pemain yang rajin bersih-bersih rumah ini setiap kali berangkat bertanding selalu membawa tasbih di dalam tasnya dan beberapa buku doa sebagai perbekalan. Selain itu tidak seperti pemain muslim lainnya yang sujud syukur ketika menciptakan gol, bagi Gonzales bentuk rasa syukur ketika berhasil mencetak gol adalah dengan mengangkat telunjuknya ke mulut seraya menengadah ke langit, hal ini merupakan isyarat rasa syukur terhadap Allah yang Maha Esa.
Terkait harapannya ke depan, Gonzales sangat perhatian dengan keluarga “Saya berharap anak-anak menjadi anak yang shaleh dan sehat wal afiyat, semoga Allah melindungi, supaya ketika masalah datang ya cepat hilang” demikian keinginan Gonzales.

Agen pulsa all operator

 SUPER TELKOMSEL PROMO ======================= 🍒 TMP5 = 4.975 🍒 TMP10 = 9.975 SUPER INDOSAT PROMO =============== 🧀 IMS5 = 5.395 🧀 IMS10...