a.     Qunut Subuh
Dalam 
madzhab Syafi'i disunnahkan membaca doa Qunut pada sholat Subuh, baik terjadi 
musibah ataupun tidak. Pendapat ini juga pendapat kebanyakan ulama salaf dan 
para ulama sesudah mereka, atau banyak ulama dari kalangan mereka seperti Abu 
Bakr ash-shiddiq, Umar, Utsman, Ali, Ibn 'Abbas, al Bara' ibn 'Azib dan 
lain-lain. 
Sahabat 
Anas ibn Malik mengatakan :
" أن النبي صلى الله عليه وسلم قنت شهرا  يدعو عليهم ثم ترك، فأما في الصبح فلم يزل يقنت 
حتى فارق الدنيا "  قال الحافظ النووي : 
حديث صحيح رواه جماعة من الحفاظ وصححوه، وممن نص على صحته الحافظ أبو عبد الله محمد 
بن علي البلخي والحاكم والبيهقي والدارقطني  
Maknanya 
: "Rasulullah shallallahu 'alayhi 
wasallam membaca Qunut, mendoakan mereka agar celaka (dua kabilah; Ri'l dan 
Dzakwan) kemudian meninggalkannya, sedangkan pada sholat Subuh ia tetap membaca 
doa qunut hingga meninggalkan dunia ini"  
(Hadits sahih riwayat banyak ahli hadits dan disahihkan oleh banyak ahli 
hadits seperti al Hafizh al Balkhi, al Hakim, al Bayhaqi dan ad-Daraquthni dan 
lain-lain)
Kalau 
ada orang mengatakan Qunut Subuh sebagai bid'ah berarti mengatakan para sahabat 
dan para ulama mujtahid yang telah disebutkan sebagai ahli bid'ah, na'udzu billah min 
dzalik.
b.     Dzikir dengan suara yang 
keras
Abdullah 
ibn 'Abbas berkata : 
" كنت أعرف انقضاء صلاة رسول الله بالتكبير" رواه البخاري 
ومسلم
Maknanya 
: "Aku mengetahui selesainya sholat 
Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)" (H.R. al Bukhari 
dan Muslim)
" كنا نعرف انقضاء صلاة رسول الله بالتكبير"  رواه مسلم
Maknanya 
: "Kami mengetahui selesainya sholat 
Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)" (H.R. al Bukhari 
dan Muslim)
" أن رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة كان على عهد 
رسول الله" رواه البخاري ومسلم
Maknanya 
: "Mengeraskan suara dalam berdzikir 
ketika jama'ah selesai sholat fardlu terjadi pada zaman Rasulullah" (H.R. al 
Bukhari dan Muslim)
" كنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعته"  
Maknanya 
: "Aku mengetahui bahwa mereka telah 
selesai sholat dengan mendengar suara berdzikir yang keras itu" 
Hadits-hadits 
ini adalah dalil diperbolehkannya berdzikir dengan suara yang keras, tetapi 
tanpa berlebih-lebihan dalam mengeraskannya. Karena mengangkat suara dengan 
keras yang berlebih-lebihan dilarang oleh Nabi shallallahu 'alayhi wasallam dalam 
hadits yang lain. Dalam hadits riwayat al Bukhari dari Abu Musa al Asy'ari bahwa 
ketika para sahabat sampai dari perjalanan mereka di lembah Khaibar, mereka 
membaca tahlil dan takbir dengan suara yang sangat keras. 
Lalu Rasulullah berkata kepada mereka :
" اربعوا على أنفسكم فإنكم لا تدعون أصمّ ولا غائبا ، إنما تدعون 
سميعا قريبا ..."
Maknanya 
: "Ringankanlah atas diri kalian (jangan 
memaksakan diri mengeraskan suara), sesungguhnya kalian tidak meminta kepada 
Dzat yang tidak mendengar dan tidak kepada yang ghaib, kalian meminta kepada 
yang maha mendengar dan maha "dekat" …"  
(H.R. al Bukhari) 
Hadits 
ini tidak melarang berdzikir dengan suara yang keras, yang dilarang adalah 
dengan suara yang sangat keras dan berlebih-lebihan. Hadits ini juga menunjukkan 
bahwa boleh berdzikir dengan berjama'ah sebagaimana dilakukan oleh para sahabat 
tersebut, karena bukan ini yang dilarang oleh Nabi melainkan mengeraskan suara 
secara berlebih-lebihan. 
c.     Doa dengan 
berjama'ah
Rasulullah 
shallallahu 'alayhi wasallam bersabda 
:
" ما اجتمع قوم فدعا بعض وأمّن الآخرون إلا استجيب لهم " (رواه 
الحاكم في المستدرك من حديث مسلمة بن حبيب الفهري)
Maknanya 
: "Tidaklah suatu jama'ah berkumpul, lalu 
sebagian berdoa dan yang lain mengamini kecuali doa tersebut akan dikabulkan 
oleh Allah" (H.R. al Hakim dalam al 
Mustadrak dari sahabat Maslamah ibn Habib al Fihri)
Hadits 
ini menunjukkan kebolehan berdoa dengan berjama'ah, salah satu berdoa dan yang 
lain mengamini, termasuk dalam hal ini yang sering dilakukan oleh jama'ah 
setelah sholat lima waktu, imam sholat berdoa dan jama'ah 
mengamini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar