Penghujung
 tahun 2005 di kota Sydney, Australia, seorang pemuda yang lahir dan 
besar di Sukabumi, Jawa Barat, mencoba peruntungan melamar kerja sebagai
 teknisi software di Microsoft. 
Wawancara selama 6 jam ia ladeni, dan hasilnya tidak sia-sia, kini ia bekerja di kantor pusat Microsoft.
Henry Tan Setiawan masih ingat betul momen berharga itu. Kala itu Microsoft sedang menggelarrecruitment trip di
 beberapa negara, salah satunya Australia. Dan, kala itu pula ia masih 
kuliah di University of Technology Sydney untuk mengejar gelar PhD yang 
diemban sejak 2003.
Henry mulai bekerja untuk Microsoft pada Januari 2006 di kota Redmond, 
Washington, Amerika Serikat, dan langsung menangani layanan Messenger 
Server. Jabatannya kala itu adalah Software Design Engineer (SDE).
"Karier saya benar-benar dimulai dari bawah," katanya saat ditemui di kantor Microsoft Indonesia, Kamis (7/6/2012).
Ia tak ingin kuliahnya telantar. Karena itu, harus pintar-pintar membagi
 waktu antara kuliah dan bekerja. Hingga pada 2007, Henry berhasil 
mendapat gelar PhD di bawah bimbingan Prof Tharam S Dillon.
Sukabumi
Anak bungsu dari dua bersaudara ini lahir di Sukabumi pada 7 Desember 
1979, dari pasangan Jan Setiawan dan Ina Setiawan. Ia besar di tengah 
keluarga mampu. Ayah dan ibunya adalah pedagang hasil bumi dan ternak.
"Saya termasuk anak yang beruntung karena orangtua bisa menyekolahkan ke luar negeri," Henry mengakui.
Sejak kecil Henry sudah menyukai Matematika dan Fisika. Ia kemudian kuliah di Singapura pada 1998 lalu, diteruskan ke Australia.
Di Australia, ia bekerja untuk menambah penghasilan. Henry pernah 
bekerja sebagai loper koran dan menjaga supermarket. "Waktu itu saya 
kerja di supermarket dapat shift subuh. Bayarannya terbilang besar, sekitar 25 sampai 30 dollar per jamnya. Bayaran shift pagi memang besar."
Ia juga pernah bekerja di sebuah startup bernama SpeedAlert, 
yang membuat aplikasi untuk mendeteksi dan memperingatkan batas 
kecepatan seseorang yang membawa kendaraan di jalan raya Australia. 
Australia memang menerapkan sistem batas kecepatan berlalu lintas. 
Karena itulah, ia rela bekerja di startup ini dan tidak dibayar. "Yang saya butuhkan adalah pengalaman dan portofolio," tuturnya.
Semasa di luar negeri, biasanya Henry menjalin komunikasi dengan keluarga di Indonesia menggunakan aplikasi chatting dan video call Skype. 
Ketika ada kesempatan untuk kembali ke kampung halaman, Henry dan istri,
 Theresia Lesmana, membawa serta kedua putrinya, yakni Enrika Claire 
(5,5 tahun) dan Eidee Laurel (3,5 tahun).
"Anak-anak saya bisa bahasa Indonesia, tapi masih pelo-pelo," kata Henry sembari tertawa. "Dan kalau ke Indonesia, pasti anak saya dapat kosakata baru yang kedengarannya lucu-lucu."
Membangun mesin pencari Bing
Henry merupakan salah satu dari sekitar 80 orang asal Indonesia yang bekerja di kantor pusat Microsoft di Redmond.
Sejak Oktober 2008, ia dipercaya untuk mengembangkan Bing, sebuah proyek
 reinkarnasi dari tiga produk mesin pencari Microsoft sebelumnya, yaitu 
Live Search, Windows Live Search, dan MSN Search. 
Bing, yang diluncurkan pada 3 Juni 2009, diasuh oleh banyak orang dari 
bermacam tim. Saking banyaknya, Henry tak bisa mengira-ngira berapa 
jumlah orang yang ikut mengembangkan Bing.
Henry punya peran besar di Bing. Ia turut membuat platform Bing. Tugas 
sehari-harinya kini memimpin urusan teknis dan inkubasi jangka panjang 
indeks pencarian. Timnya menyortir URL dari situs web dan blog yang baru
 lahir di seluruh dunia. 
"Ada beribu-ribu URL, kapasitasnya petabyte, bukan lagi gigabyte atau terabyte," ucap Henry sambil menunjukkan screenshot di layar komputer bagaimana ia dan tim menyortir URL-URL baru.
Di sini timnya harus memilih konten apa yang paling relevan dengan hasil
 pencarian. Mulai dari berita, gambar, video, yang ada di situs web 
ataupun blog. Berita terkini selalu berada di garis depan pencarian.
Karier Henry di Microsoft terbilang cepat, ia naik jabatan jadi Software
 Design Engineer 2 (SDE 2) dan sekarang sudah Senior SDE.
Bing memang dibuat Microsoft untuk melawan dominasi Google di ranah 
mesin pencari. Namun, bukan berarti Bing mengekor fitur-fitur yang ada 
di Google. "Kami ingin selangkah lebih maju. Jadi tidak mengikuti 
pemimpin pasar, tapi kita harus membuat sesuatu yang baru," tegas Henry.
Bing berhasil menyerang kelemahan Google yang kini tidak diizinkan 
mencari konten Facebook. Sejak 2012, Bing bekerja sama dengan Facebook 
untuk menampilkan hasil pencarian konten-konten di situs jejaring sosial
 terbesar di dunia itu. Google sempat meradang karena hal ini, dan 
menyebut Facebook telah menyandera data penggunanya.
Sekarang Henry ingin membangun jaringan dengan Microsoft di Indonesia. 
Henry senang begitu mengetahui bahwa Microsoft Indonesia punya program 
yang membantu kelahiran dan menjaga hubungan antar-startup di Indonesia. 
"Saya berkomitmen untuk menjalin hubungan dengan Microsoft Indonesia. Dan saya ingin mulai memperhatikan ekosistem bisnis software di Indonesia," aku Henry.
Sebagai orang Indonesia yang berhasil menembus kantor pusat Microsoft, 
Henry mengatakan bahwa orang Indonesia punya kemampuan teknis yang 
mumpuni, tak kalah, dan bahkan setara dengan orang dari negara lain. 
Yang menjadi masalah sekarang, menurut Henry, adalah soal jaringan.
Ketika bertemu orang yang hebat, ada baiknya untuk menjalin komunikasi 
dan hubungan yang baik. "Yang terpenting adalah jaringan, bagaimana kita
 membangun jaringan. Begitu ada kesempatan, maka sesuatu akan terjadi," 
ucap Henry.
Ia menyarankan, ada baiknya kampus-kampus di Indonesia menjalin hubungan
 baik dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Ia pun tak memungkiri 
bahwa keberhasilannya bekerja di Microsoft pusat tak lepas dari faktor 
jaringan dan tentu saja, keberuntungan.
http://zonapencarian.blogspot.com/ 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar